Pengelola Balai Sosial Bantah Telantarkan Puluhan Difabel di Jalanan Kota Bandung
BRSPDSN angkat bicara mengenai telantarnya 41 difabel netra dan kini tinggal di trotoar Jalan Pajajaran, Bandung.
Pengelola balai, bahkan telah memberikan toleransi kepada para penerima manfaat hingga bulan Juli.
Di mana mereka seharusnya meninggalkan balai sejak Juni 2019.
Pengelola balai juga sudah secara persuasif meminta penerima manfaat untuk berinisiatif mematuhi ketentuan, sebab, banyak penyandang disabilitas sensorik netra lainnya yang antre untuk masuk balai dan mendapatkan pelayanan.
Selain itu, pada tanggal 12 Agustus 2019, Kementerian Sosial dan Pemprov Jawa Barat juga sudah rapat untuk mencari solusi bersama.
Salah satu keputusannya adalah, Dinas Pendidikan Jabar berkomitmen membangun sarana pendidikan berkebutuhan khusus dengan konsep boarding school yang dilengkapi asrama.
Dinas Sosial Provinsi Jabar juga merencanakan pembangunan panti sosial yang melayani semua penyandang disabilitas termasuk sensorik netra.
Pengembangan layanan terpadu nasional ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah meningkatkan pelayanan kepada penyandang disabilitas.
Sudarsono menyayangkan, di tengah proses peralihan dan komunikasi dengan Pemprov tersebut, mencuat isu yang justru kontraproduktif dengan langkah-langkah pemerintah.
“Kita duduk bersama, mencari solusi terbaik. Kita semua anak bangsa, tidak mungkinlah saling menegasi,” tutupnya.
Sebelumnya ramai diberitakan, pemaksaan untuk mengosongkan asrama oleh pengelola Wyata Guna Bandung, membuat 41 difabel netra penghuni asmara tersebut terpaksa tinggal di trotoar Jalan Pajajaran.
Pengosongan paksa itu dilakukan karena berubahnya status Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN).(Willy Widianto)