Pelaku Mutilasi PNS di Banyumas Divonis Mati, Terbukti Pembunuhan Berencana dan Menyembunyikan Mayat
Deni Priyanto (37), terdakwa kasus mutilasi dan pembakar Komsatun Wachidah (51), seorang PNS di Bandung, Jawa Barat
TRIBUNNEWS.COM - Deni Priyanto (37), terdakwa kasus mutilasi dan pembakar Komsatun Wachidah (51), seorang PNS di Bandung, Jawa Barat, menangis saat divonis hukuman mati oleh hakim di PN Banyumas, Kamis (2/1/2020).
Beberapa hal yang memberatkan terdakwa antara lain, perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan keji.
Selain itu, terdakwa pernah dihukum dalam kasus pencurian dan penculikan.
Saat ini terdakwa juga masih menjalani masa pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Purwokerto atas kasus penculikan.
Hakim Ketua Mahrus mengatakan, tidak ada hal yang meringankan terdakwa.
"Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan pembunuhan berencana dan menyembunyikan mayat dan melakukan pencurian. Menjatuhkan pidana dengan pidana mati," kata Mahrus saat membacakan amar putusan, Kamis.
Vonis tersebut sama dengan tuntutan dari anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyumas Antonius.
Terdakwa dituntut Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 181 KUHP, dan Pasal 362 KUHP.
Diberitakan sebelumnya, Deni warga Desa Susukan Wetan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, membunuh teman wanitanya, Komsatun saat sedang berhubungan intim di salah satu indekos di Bandung, Minggu 7 juli 2019.
Korban dibunuh dengan cara dipukul dengan palu dan tubuhnya dimutilasi menjadi tujuh bagian.
Selanjutnya potongan tubuh korban dibuang dan dibakar di dua lokasi berbeda, yaitu di Desa Watuagung, Kecamatan Tambak, Kabupaten Banyumas dan Sempor, Kabupaten Kebumen.
Terdakwa kemudian menjual mobil Daihatsu Terios milik korban di sebuah showroom di Purwokerto.
Tanggapan Kuasa Hukum
Waslam Makhsid, kuasa hukum pelaku mutilasi dan pembakaran tubuh, Deni Priyanto (37), belum mengambil keputusan terkait dengan langkah yang akan dilakukan atas putusan mati yang dijatuhkan terhadap kliennya.
"Kami dalam hal ini hanya menjalankan tugas sebagai penasihat hukum selama persidangan di sini. Melakukan pembelaan yang serius dan sebagainya," kata Waslam seusai sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (2/1/2020).
"Di awal persidangan, kami menyampaikan kepada Deni tentang putusan itu adalah hak prerogatif Deni, apa mau menerima, banding atau pikir-pikir. Tentang putusan ini lebih baik tanyakan kepada Deni sendiri," sambung Waslam.
Waslam mengatakan, ia telah melakukan pembelaan secara maksimal. Terkait putusan yang dijatuhkan, itu merupakan kewenangan penuh majelis hakim.
"Kami tidak punya hak untuk mengomentari, itu adalah keputusan hakim. Hakim itu punya kekuasan yg merdeka, tugas kami memperjuangkan hak terdakwa mendasarkan dari pada fakta persidangan. Terlepas digunakan atau tidak, hakim punya kewenangan sendiri," ujar Waslam.
Waslam mengatakan, dengan berakhirnya proses persidangan, tugasnya sebagai penasihat hukum telah selesai.
"Selama ini terdakwa belum menentukan atau menyerahkan kami sebagai penasihat hukum. Tugas kami berhenti sampai sini karena mendasarkan penetapan majelis hakim sebagai pendamping," kata Waslam.
Diberitakan sebelumnya, Deni Priyanto (37), terdakwa mutilasi dan pembakaran potongan tubuh Komsatun Wachidah (51), seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bandung, Jawa Barat, divonis hukuman mati.
Vonis dijatuhkan majelis hakim yang terdiri dari Abdullah Mahrus, Tri Wahyudi dan Randi Jastian Afandi saat sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (2/1/2020).
(Kontributor Banyumas, Fadlan Mukhtar Zain)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Divonis Mati, Tak Ada yang Meringankan Hukuman Pemutilasi dan Pembakar PNS di Banyumas"