6 Ribu Warga Terserang ISPA Akibat Karhutla di Kalbar, Korbannya Mulai dari Bayi Hingga Lansia
"Data ini jumlah penderita ISPA di seluruh Kalbar, dalam rentang waktu minggu ke-37 sejak bencana karhutla," kata Harrison
TRIBUNNEWS.COM - Sedikitnya 6.025 warga menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat Kabut asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Kalimantan Barat.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Harrison menyebut, penderita ISPA di Kalbar menyasar hampir di semua rentang usia, yang meliputi bayi di bawah 5 tahun, anak-anak, dewasa dan orang lanjut usia.
Baca: Dikaitkan Kemunculan Anaconda, Ini Sederet Fakta Ular Raksasa Hangus Terbakar di Hutan Kalimantan
Baca: Krisis Air di Calon Ibu Kota Negara, PDAM Danum Taka Penajam Imbau Pelanggan Efisien Gunakan Air
"Data ini jumlah penderita ISPA di seluruh Kalbar, dalam rentang waktu minggu ke-37 sejak bencana karhutla," kata Harrison, Senin (16/9/2019).
Untuk penanggulangannya, Dinas Kesehatan seluruh wilayah Kalbar telah membagikan sebanyak lebih dari 80.000 masker kepada masyarakat.
"Pembagian ini untuk mengantisipasi semakin buruknya polusi udara di Kalbar," ucap Harrison.
Dinas Kesehatan Kalbar juga telah mengerahkan seluruh Puskesmas di daerah untuk mengintensifkan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dengan menyasar balita dan anak-anak.
"Kami juga ingatkan kepada ibu menyusui untuk berada di dalam rumah dan perbanyak minum air putih," ujar Harrison.
Harrison mengimbau seluruh masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar rumah.
Ventilasi rumah juga diminta diberi kain lembab, agar debu tidak dapat masuk.
Dia menambahkan, dampak ISPA bagi warga terdampak tidak terlalu berat, asalkan cepat ditangani tidak dibiarkan.
Baca: Mengenang Chrisye : Sang Ayah Sempat Halangi Karier Musik, Tak Paham Not Balok
Hanya saja, yang dikhawatirkan anak-anak menderita sesak napas.
"Namun yang terpenting adalah melakukan pola hidup bersih dan sehat," kata Harrison. (Kontributor Pontianak, Hendra Cipta)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Sebanyak 6.025 Warga Kalbar Tercatat Menderita ISPA
Peralatan pemadaman tidak cukup

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut sejak Januari hingga Agustus tahun ini luas lahan yang terbakar mencapai 328.724 hektar.
Setidaknya ada enam provinsi termasuk kategori parah kebakaran lahan yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.
Untuk memadamkan kebakaran itu, Kepolisian mengirim lima ribu personel.
Sementara BNPB mengerahkan 32 helikopter water bombing dan 10 helikopter patroli.
Meski, menurut Juru bicaranya, Agus Wibowo, masih kurang.
"Enggak cukup, kurang lah. Lahan yang terbakar itu kan luas sekali dan banyak lokasi-lokasi (yang hendak dipadamkan) dengan water bombing enggak bisa langsung padam. Karena kebakarannya besar," jelasnya.
"Jadi memang kami berusaha mencegah jangan sampai merembet. Jadi mengurangi," sambungnya.
Karena jumlah helikopter yang terbatas itu proses pemadaman, kata dia, "perlu waktu lama".
"Intinya kebakaran sangat luas, jadi berat memadamkannya," tukasnya.
Helikopter water bombing itu, kata Agus Wibowo, disebar ke enam provinsi.
Terbanyak dikerahkan ke provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
Selain itu, ada juga pesawat Hercules milik TNI yang digunakan untuk penyemaian hujan buatan.
Kendati, pergerakan awan masih belum terlihat.
Namun demikian, pemerintah belum meminta bantuan dari negara lain.
Juru bicara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jati Witjaksono, mengatakan pemerintah menjaga harkat dan martabat negara.
"Semua sudah gerak. Nanti kalau kita minta bantuan, kita dilecehkan lagi, 'ah gitu aja minta bantuan...'. Makanya kita menjaga harkat dan martabat negara kita. Kita kan malu kalau minta bantuan negara lain," ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Catatan KLHK, hingga saat ini sudah 42 perusahaan yang disegel konsesinya untuk diteliti dan diselidiki terkait dugaan kebakaran hutan dan lahan.
Dari angka itu, lima di antaranya milik perusahaan asing asal Singapura dan Malaysia.
Akan tetapi pihaknya, kata Jati, pihaknya tidak bisa mempublikasikan nama-nama perusahaan tersebut.
"Itu kan informasi yang dikecualikan. Karena belum keputusan pengadilan, masih penyelidikan. Kalau dibuka, nanti kabur semua," tuturnya.
Sementara terkait rencana pemerintah mengirim surat protes ke Duta Besar Malaysia karena menuding Indonesia sebagai penyebab tunggal munculnya asap di negara itu, belum ada tindak lanjut.
"Belum, masih dipersiapkan dan lihat perkembangan. Kalau dari mereka protes, ya kita jawab."
Menurut Jati, asap karhutla tidak hanya berasal dari Indonesia tapi juga Malaysia, kendati diakuinya tidak sebesar Indonesia.
"Tapi di negara mereka ada titik api dan kebakaran di Semenanjung Malaya juga Serawak ada hotspot terpantau."
Malaysia sebelumnya menyebut terkena dampak asap dengan kualitas udara di sejumlah negara bagian termasuk Kuala Lumpur menjadi tidak sehat selama beberapa hari terakhir.
Sedangkan di Singapura, perlombaan Formula 1 terancam batal.
Badan Lingkungan Hidup Singapura (NEA) menyatakan, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Singapura semakin memburuk, dan sudah mencapai angka 112 atau kategori tidak sehat di beberapa daerah pada Sabtu malam.
Pemerintah tak usah malu minta bantuan

Petugas gabungan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pekanbaru, Kodim 0301 Pekanbaru dan Masyarakat Peduli Api (MPA) berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Pekanbaru, Riau, Sabtu (7/9/2019).
Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Henri Subagiyo, menyarankan agar pemerintah berhenti berpolemik tentang kabut asap antarnegara.
Sebab hal itu hanya akan memperburuk citra Indonesia di mata internasional.
"Kita harusnya ambil tanggung jawab dan kalau mau tegas, ya tegas. Misalnya ada lima perusahaan Malaysia dan Singapura, oke lah diumumkan ke publik, tapi pemerintah punya tanggung jawab untuk mengawasi dan kalau melanggar jatuhkan sanksi," jelas Henri.
"Jadi jangan digeser ke isu antarnegara. Karena perusahaan-perusahaan itu beroperasi di Indonesia atas izin pemerintah juga kan," sambungnya.
Justru, kata dia, karena kondisi dampak asap kebakaran hutan dan lahan ini sudah "sangat parah", Henri menyarankan pemerintah untuk tak malu meminta bantuan negara lain.
"Ini sudah isu kemanusiaan dan ini menurut saya sih pemerintah bisa mengkalkulasi itu dan kalau butuh (bantuan) nggak usah malu-malu. Jangan sampai terulang lagi lah tragedi tahun 2015," tukasnya.
"Beberapa hari ini sudah parah banget. Ini soal keselamatan orang, dampak terhadap manusia sudah jelas gitu kok."
Henri juga menilai, meluasnya kebakaran hutan dan lahan tahun ini terjadi kembali karena lemahnya pengawasan pemerintah pusat dan daerah terhadap para pemilik konsesi.
"Kalau saya lihat, yang nggak kelihatan itu isu soal penataan atau pengawasan terhadap izin. Bagaimana review atau audit izin jadi penting. Itu yang selama ini nggak terlihat kentara."
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: BNPB Kewalahan Padamkan Api, Kebakaran Meluas Kabut Asap Semakin Parah