Jumat, 3 Oktober 2025

Gubernur Bali Gagas Pemberian Sanksi Adat Sebagai Hukuman Tambahan Bagi Koruptor Asal Bali

Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan komitmennya mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pencegahan korupsi.

Editor: Sugiyarto
Tribun Bali/Wema Satyadinata
Gubernur Bali, Wayan Koster. TRIBUN BALI/WEMA SATYADINATA 

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan komitmennya mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pencegahan korupsi.

Koster akan menyiapkan sistem pendidikan anti-korupsi serta mengusulkan sanksi adat bagi koruptor asal Bali.

Hal tersebut disampaikan Koster dalam acara Roadshow Bus KPK ‘Jelajah Negeri Bangun Anti Korupsi’ di Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Jumat (16/8/2019).

Sebelumnya Roadshow Bus KPK sudah mengunjungi sejumlah daerah di Bali sejak 26 Juli lalu.

Sebagai pemimpin daerah, Koster berencana menyiapkan sistem pendidikan anti korupsi mulai dari tingkat pendidikan paling bawah berbasis kearifan lokal.

Rencana tersebut diungkapkannya karena Bali memiliki nilai-nilai kearifan lokal, ada dalam lontar maupun sastra-sastra, yang sangat baik sebagai pegangan hidup masyarakat Bali.

“Hanya saja hal itu tidak ada dalam pendidikan, maka akan kami masukkan dalam sistem pendidikan non formal atau ekstrakurikuler sehingga sejak dini anak-anak harus diajarkan mana yang menjadi haknya atau bukan, supaya dia sadar,” kata Ketua DPD PDIP Bali ini.

Menurut Koster, pencegahan korupsi sebaiknya masuk dari hulu, sedangkan kalau masuk di hilir akan terlalu berat.

“Ini yang sedang kami siapkan sistemnya, mudah-mudahan pada tahun kedua pemerintahan ini bisa dijalankan,” ujarnya.

Sebagai upaya pencegahan korupsi lainnya, Koster mengusulkan menggunakan kearifan lokal. Menurutnya, Bali punya desa adat yang sistem nilainya sangat kuat.

Ada hukum adat yang namanya awig-awig dan pararem yang mengikat krama desa adat dengan hukuman yang sangat kuat.

Dikatakan Koster, orang Bali di mana pun berada baik di Bali maupun luar Bali tetap terikat dengan hukum adat yang ada di desanya.

Karenanya, Koster bersama Majelis Desa Adat (MDA) kini sedang memikirkan bagaimana menggunakan sanksi adat ini untuk memberi hukuman tambahan bagi orang-orang Bali yang terlibat korupsi.

“Barang siapa yang terbukti melakukan korupsi setelah menjalani proses peradilan dengan hukuman tetap, supaya dikenakan hukum adat sesuai yang berlaku di desanya,” ucap mantan Anggota Komisi X DPR RI ini.

Sambungnya, dalam kaitannya dengan pencegahan korupsi, pararem bisa dipakai supaya masyarakat tertib.

Setiap desa adat mempunyai pararem yang mengikat untuk warganya, baik yang ada di Bali maupun luar Bali. Kalau itu diterapkan maka orang Bali takut korupsi karena bisa kena sanksi sosial.

Usulan Koster untuk mengangkat nilai-nilai kearifan lokal Bali dalam pencegahan korupsi mendapat respon positif dari penasihat KPK Budi Santoso. Budi menyatakan setuju dengan ide tersebut.

Menurutnya, nilai-nilai kearifan lokal akan digali terus dan menjadi tugas kordinator wilayah (korwil) untuk memastikan hal itu memang bermanfaat.

“Mungkin itu menjadi inspirasi untuk pencegahan. Nanti korwilnya bisa di-briefing apa yang ada di lapangan, misalnya terkait dengan desa adat. Jangan-jangan nilai-nilai yang ada di desa adat bisa direplikasi di tempat lain tetapi dengan payung hukum yang berbeda,” ungkap Budi Santoso.

Dua Kabupaten
Sementara itu, Budi Santoso mengatakan pada tahun 2019 ini KPK hadir di 28 kota/kabupaten dalam tiga provinsi, antara lain Provinsi Bali, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Roadshow ini membawa pesan bahwa KPK melakukan kegiatan pencegahan secara sistematis, terstruktur, dan bekerja sama dengan stake holder pada daerah-daerah yang dikunjungi.

“Wilayah-wilayah yang didatangi KPK ini kriterianya banyak, tiap kabupaten/kota berbeda, misalnya ada yang kepala daerahnya terkena OTT (operasi tangkap tangan) atau daerah tersebut menjadi contoh pencegahan korupsi,” kata Budi.

Khusus di Bali, KPK menyoroti dua kabupaten yang belum tertib, yakni Bangli dan Karangasem.

Keduanya belum memasukkan hasil capaian daerahnya, padahal KPK memonitor dari Jakarta melalui data-data yang dimasukkan tersebut.

Selanjutnya pihak KPK menugaskan korwil untuk mendampingi kabupaten/kota yang belum memasukkan progress pencapaian ini, supaya tahun berikutnya bisa menjadi lebih baik.

Koster pun mengamini dua kabupaten di Bali kurang tertib dalam mengikuti program yang sedang dijalankan KPK.

Ada tahapan dan target waktu yang harus sudah diselesaikan, tetapi kedua pemkab itu belum selesai sehingga input datanya terlambat.

“Bangli dan Karangasem ini termasuk yang terlambat,” keluhnya.

29 Laporan
Mengenai pengaduan masyarakat yang diterima KPK di Kota Denpasar pada tahun 2019, Budi mengungkap pihaknya menerima 29 laporan.

Dari 29 laporan tersebut, saat ini yang masih dikaji ada 10 laporan. Sedangkan 19 laporan tidak memenuhi kriteria sehingga diarsipkan.

“Total selama lima tahun terakhir KPK menerima 183 laporan pengaduan masyarakat di Kota Denpasar,” imbuhnya.

KPK pun memberi apresiasi karena penyampaian LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) di Kota Denpasar untuk eksekutifnya sudah 100 persen.

Sedangkan persentase penyampaian LHKPN untuk legislatif 97,60 persen.

Koster juga menambahkan, pihaknya memastikan tidak ada pejabat yang boleh ‘main-main’ dalam pengadaan barang dan jasa di setiap OPD. Semuanya harus melalui tender.

Program pencegahan korupsi, kata dia, harus didukung oleh semua jajaran pemerintahan daerah.

“Saya sendiri dalam visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali harus menunjukkan pemerintahan yang bersih,” tandasnya. (wem)

Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Gubernur Koster Usulkan Agar Koruptor Asal Bali Dikenakan Sanksi Adat, https://bali.tribunnews.com/2019/08/17/gubernur-koster-usulkan-agar-koruptor-asal-bali-dikenakan-sanksi-adat?page=all.

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved