Kenangan 25 Tahun Lalu Ganjar Pranowo dengan Mbah Siti, Pemilik Rumah Semasa KKN
Yang dimaksud adalah pemilik rumah yang ditempati Ganjar semasa Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada 1994 atau 25 silam. Namanya Siti Riyati, suami almarhum
"Ya Allah, aku ngimpi opo mau bengi. Iki aku ora nglindur to? Iki Mas Ganjar?" teriak nenek-nenek itu dan langsung memeluk dan menciumi Ganjar.
"Nggih leres niki Ganjar," jawab Ganjar sambil tersenyum.
"Lha kok rene ora kondo-kondo (ke sini kok tidak bilang-bilang) ya Allah ngimpi opo aku?" katanya yang masih tidak percaya dengan kehadiran orang nomor satu di Jawa Tengah itu.
Yang dimaksud adalah pemilik rumah yang ditempati Ganjar semasa Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada 1994 atau 25 silam. Namanya Siti Riyati, suami almarhum Soekarno, Kepala Urusan Pemerintahan Desa Bantir. Wajar saja Mbah Siti histeris, karena begitu KKN selesai baru kali ini Ganjar mengunjungi rumahnya
Mbah Siti Riyati langsung berteriak menubruk Ganjar Pranowo, saat Gubernur Jawa Tengah itu memarkir motor di depan rumah tua di Bantir, Candiroto Temanggung, Sabtu (20/7).
Kedatangan Ganjar yang tidak direncanakan itu sontak membuka memori-memori yang telah tersimpan selama 25 tahun.
Ganjar yang tengah kunjungan ke Temanggung naik motor, tiba-tiba berbelok ke arah desa Bantir.
Tidak berselang lama, Ganjar berhenti di depan rumah tua dan langsung memarkir motornya.
Mbah Siti membukakan pintu rumah dan mempersilakan Ganjar masuk. "Ini rumahnya pak Karno, sekarang ditempati anaknya, Mas Timbul. Kalau ini istri Pak Karno, Mbah Siti. Oalah Ono fotoku to," kata Ganjar yang langsung dlusupan sampai ke belakang.
Beberapa kamar dia buka pintunya. Lagi-lagi Ganjar nampak tersenyum sendiri seolah menyaksikan tingkah polahnya semasa KKN bersama kawan-kawannya, termasuk Siti Atikoh yang akhirnya dia pinang sebagai istri.
"Dulu KKN di sini bareng Bu Atik. Walah malah dadi bojone. Tahu-tahu kok malah dadi Gubernur," kata Mbah Siti.
Kenangan Ganjar semakin terbayang lengkap ketika Siti mengulik masakan-masakan yang biasa dimakan Ganjar dan kawan-kawan.
"Kalau adanya tempe ya tak masakin tempe, kalau adanya sawi ya sawi. Semuanya makan apa adanya. Adanya sambel sama tahu juga dimakan," katanya.
Cerita masakan itu seperti jadi umpan bagi Ganjar untuk masuk lebih dalam ke masa lalu. Sambil tertawa, Ganjar mengisahkan hanya satu masakan yang ditolak oleh kawan-kawannya dan Siti Atikoh.
Setiap seminggu sekali, kata Ganjar, Mbah Siti menyuguhkan masakan istimewa, lele goreng. Tapi tidak satu pun temannya, termasuk Siti Atikoh bersedia makan.