Minggu, 5 Oktober 2025

AJI Yogyakarta Kecam Kepres Remisi Otak Pembunuhan Wartawan Radar Bali

Dari hasil penyelidikan polisi, dan pemeriksaan saksi dan barang bukti menunjukkan bahwa Susrama merupakan otak dari pembunuhan kepada Prabangsa

Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNJOGJA.COM / Siti Umaiyah
AJI Yogyakarta bersama dengan masyarakat sipil Yogyakarta melakukan aksi tuntut Presiden mencabut Kepres No 29 Tahun 2018. Aksi ini dilakukan di Titik Nol Kilometer pada Kamis (24/1/2019) 

Laporan Wartawan Tribun Jogja Siti Umaiyah

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, jaringan masyarakat sipil dan pers mahasiswa mendesak Presiden Joko Widodo mencabut pemberian remisi terhadap I Nyoman Susrama selaku pembunuh AA Gde Bagus Narendra Prabangsa yang merupakan wartawan Radar Bali.

Koordinator Divisi Advokasi AJI Yogyakarta Tommy Apriando mengatakan jika Susrama diadili pada 9 tahun lalu, dimana dia telah membunuh Prabangsa yang telah memberitakan kasus dugaan korupsi dan penyelewengan yang melibatkan nama Susrama dua bulan sebelum pembunuhan.

Dari hasil penyelidikan polisi, dan pemeriksaan saksi dan barang bukti menunjukkan bahwa Susrama merupakan otak dari pembunuhan kepada Prabangsa.

"Anak buah dari Susrama menghabisi nyawa Prabangsa, lantas mayatnya dibuang ke laut. Lima hari kemudian, jasad Prabangsa ditemukan mengapung oleh awak kapal yang lewat di Teluk Bungsil, Bali," terangnya pada Tribunjogja.com,  Kamis (24/1/2019)..

Tommy menjelaskan jika kasus yang dialami oleh Prabangsa merupakan satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia.

Tidak banyak kasus pembunuhan terhadap jurnalis yang telah berhasil diusut, sementara itu, terdapat delapan kasus lainnya yang belum tersentuh hukum.

Ke delapan kasus tersebut diantaranya Pembunuhan terhadap Fuad M Syarifuddin wartawan Bernas Yogya (1996), Herliyanto wartawan lepas Harian Radar Surabaya (2006), kematian Ardiansyah Martrais wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010), dan kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar Maluku Barat Daya (2010).

"Kasus Prabangsa ini diproses hukum dan pelakunya divonis penjara seumur hidup. Delapan orang lain yang terlibat juga dihukum 5-20 tahun. Namun kini Presiden Joko Widodo memalui Kepres memberikan keringanan hukuman kepada Susrama. Oleh karenanya, kami menyatakan sikap," terangnya.

Baca: TKN Bela Jokowi soal Pemberian Remisi kepada Pelaku Pembunuhan Wartawan di Bali

Setidaknya terdapat beberapa sikap yang dinyatakan oleh AJI Yogyakarta bersama dengan masyarakat sipil dalam aksi kali ini.

Sikap tersebut antara lain, mengecam kebijakan Presiden Joko Widodo yang memberikan remisi kepada pelaku pembunuhan keji terhadap jurnalis.

Dimana sebelumnya Susrama sudah dihukum ringan karena jaksa sebenarnya menuntutnya dengan hukuman mati, tapi hakim mengganjarnya dengan hukuman seumur hidup.

Kedua, kebijakan pengurangan hukuman oleh presiden dinilai melukai keadilan, bukan hanya kepada keluarga korban namun juga jurnalis di Indonesia.

Ketiga mendesak Presiden mencabut Kepres pemberian remisi kepada Susrama, dimana kebijakan Presiden dinilai tidak arif.

"Apabila Kepres ini tidak dicabut 7x24 jam, maka kami menobatkan Presiden Joko Widodo sebagai musuh kebebasan pers dan pemberantasan korupsi," katanya.

Baca: Canda Glenn Fredly Ditanya Soal Aura Kasih

Pito Agustin Rudiana, Ketua LBH Pers Yogyakarta menerangkan jika pemberian remisi yang dilakukan oleh Presiden merupakan langkah yang buruk.

Menurutnya, alasan kemanusiaan dan perubahan perilaku yang lebih baik jangan sampai membuat Presiden tergesa-gesa dalam memberikan remisi.

"Jangan hanya dengan alasan kemanusiaan dan adanya perubahan perilaku yang lebih baik, dan penjara akan penuh kalau tidak ada remisi, kemudian membuat Presiden grusa-grusu membuat remisi. Saya pikir ini harus dipertanyakan, kenapa presiden memberikan remisi, padahal kasus-kasus jurnalis banyak yang belum bisa diusut tuntas," terangnya

Menurut Pito, pemberian remisi sangat mengancam kemerdekaan pers, karena tidak menutup kemungkinan jika kasus-kasus terhadap jurnalis yang lain akan mengalami impunitas.

Selain kepada jurnalis, menurut Pito, banyak kasus-kasus pelanggaran HAM yang tidak dipedulikan oleh Presiden, seperti halnya kasus yang terjadi pada Novel.

"Kasus Novel, Pesiden juga tidak ada itikad menuntaskannya, bahkan selalu beralih dikembalikan kepada kepolisian, dan seorang presiden tidak akan ikut campur. Tapi ketika kasus yang telah divonis oleh Hakim, dengan kekonyong-konyong Presiden mengeluarkan Kerpres nomor 29 tahun 2018. Ini saya pikir langkah Presiden yang tidak peduli dengan keadilan dan suara korban," jelasnya. 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved