Kisah Ketut Salin, Seorang Tunanetra Penyelaras Gamelan
I Ketut Salin merupakan seorang tunanetra sejak lahir menjadi seorang pekerja penyeleras nada gamelan di Bali.
Sejak saat itu pula, ia semakin semangat mencari pekerjaan walau hanya serabutan.
Pada tahun 2003, saat berkunjung ke rumah produksi gamelan, lanjut Salin, ia sempat ditunjukkan instrumen gamelan dari besi yang dibuat sendiri oleh pemiliknya.
Ia pun mencoba memainkan gamelan itu, namun diakui suara yang dihasilkan kurang bagus.
Berbekal pengalaman berkesenian gamelan yang dipelajari secara otodidak saat berusia lima tahun hingga menjadi anggota sekaa joged, gamelan tersebut diperbaiki dengan cara disetel atau diselaraskan nada-nadanya.
Bak gayung bersambut, upayanya menyelaraskan nada gamelan pun berbuah tawaran kerja, hingga kini Ketut Salin masih tetap bekerja di rumah produksi gamelan itu sebagai juru setel atau tukang laras pada gangsa, kantil, dan jegog.
Bahkan, di tahun yang sama, ia juga telah diminta untuk mengajar gamelan untuk anak-anak di wilayah Kintamani.
Bekerja sebagai tukang laras ditengah kekurangannya saat ini, jelas membuatnya wajib berhati-hati dalam proses pembuatan.
Pasalnya, sedikit saja kesalahan karena kurang konsentrasi akan berakibat fatal.
Sebab dalam proses pembuatan, Ketut Salin hanya mengandalkan perasaan.
“Pernah saat itu terjadi, bukan besi melainkan tangan saya sendiri yang saya pukul dengan palu. Akibatnya 10 hari saya tidak bisa kerja. Begitupun juga saat memotong bambu dengan mesin circle, ataupun saat menggunakan gerinda, harus benar-benar waspada. Karena kalau sampai salah, akibatnya akan menambah kesulitan saya. Bahkan, mungkin menyebabkan cacat tangan. Andaikan itu sampai terjadi, otomatis saya tidak bisa bekerja lagi,” katanya.
Diusia yang menginjak 55 tahun ini, Ketut Salin mengaku wajib bekerja keras, sebab ia merupakan tulang punggung keluarga, khususnya menghidupi kedua putrinya yang beranjak dewasa.
Ia mengatakan putri pertamanya saat ini berusia 16 tahun, sedangkan putri keduanya berusia 13 tahun.
Sementara sang istri, imbuhnya, telah meninggal tiga bulan lalu akibat penyakit diabetes yang diderita.
Khusus rekan-rekan yang senasib dengannya, Ketut Salin mengungkapkan bahwa hidup ini perlu perjuangan.
Sebab itu ia menyarankan untuk terus berusaha dan bekerja dengan memanfaatkan segala kelebihan yang ada.