Gempa di Sulteng
Keluarga Tetap Gelar Ngaben Meski Jasad Gus Maiz Ikut Dikubur Massal di Palu
I Gusti Kade Sukadana memastikan, prosesi ngaben akan tetap dilakukan walau jenazah Guz Maiz dikubur massal di Palu.
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR- Ayahanda mendiang Brigadir I Gusti Kade Sukamiarta alias Guz Maiz (32), I Gusti Kade Sukadana memastikan, prosesi ngaben akan tetap dilakukan walau jenazah Guz Maiz dikubur massal di Palu.
Prosesi ngaben dipastikan akan digelar pada, Kamis (4/10/2018) atau tiga hari lagi.
Prosesi ngaben tersebut dipastikan akan digelar usai keluarga mendapat petunjuk dari Panglingsir Griya Kawi Sunia, Mendoyo Dauh Tukad, Mendoyo Jembrana.
"Kami pastikan untuk prosesi pelebonan nanti tanggal 4 Oktober," ucap Sukadana, Senin (1/10/2018) saat ditemui di rumahnya usai menggelar prosesi Ngulapin di Pantai Yeh Kuning Jembrana.
Sukadana mengatakan, bahwa dalam prosesi Pelebonan nantinya akan tetap mengikuti arahan Ida Pedanda.
Singkat kata, akan tetap seperti prosesi Pelebonan pada umumnya.
Seperti prosesi nyiramin, hingga pembakaran jenazah.
Baca: Jadi Target Polisi, Tjokorda RM Kepergok Sedang Lakukan Hal ini di Kantor PDAM Saat Dini Hari
"Mungkin nyiramin bisa tanggal 3. Dan tanggal 4 langsung pembakaran jenazah. Atau nyiramin dan pembakaran digabung di tanggal 4. Nanti juga menunggu petunjuk Griya, jenazah akan diganti oleh benda apa," ungkapnya.
Sebelumnya, keluarga telah melakukan prosesi upacara Ngulapin.
Prosesi ini dilakukan sore tadi sekitar pukul 15.00 Wita.
Upacara Ngulapin digelar setelah keluarga mendapat petunjuk dari Griya Kawi Sunia, Mendoyo Dauh Tukad, Mendoyo Jembrana.
Paman Gusti Maiz, I Gusti Ketut Wirawan, menyatakan bahwa prosesi Ngulapin sudah digelar sore tadi sekitar pukul 15.00 Wita, rombongan keluarga sekitar 15 orang.
Dalam prosesi itu, keluarga membawa banten, sesajen, foto Gus Maiz dan didampingi Srati (pemimpin upakara), Ida Ayu Kade Suwilantari di Desa Yeh Kuning Jembrana.
Siap Lamar Calon Istri
Korban meninggal dunia akibat gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, bertambah jadi 832 orang.
Satu di antara ratusan korban meninggal adalah warga Mendoyo Dangin, Banjar Tengah, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Brigadir I Gusti Kade Sukamiarta (32).
Mirisnya lagi, anggota Polri itu disapu tsunami ketika sudah bersiap melamar calon istrinya.
Ayah korban, I Gusti Kade Sukadana (57), menuturkan sang anak bertugas di Palu sejak 2005 setelah lulus SPN Singaraja.
Dalam waktu dekat, korban yang akrab disapa Gus Maiz berniat melangsungkan pernikahan.
Sesuai rencana, pekan ini dijadwalkan upacara lamaran. Keluarga Gus Maiz akan menemui keluarga kekasihnya di Palu.
Selasa (2/10) besok, Gus Maiz sedianya akan pulang ke Bali.
Selanjutnya, Kamis (4/10) atau Jumat (5/10), Gus Maiz mengajak ayahnya, Gusti Kade Sukadana, beserta ibunya, I Gusti Ayu Kade Miliasih (63), terbang ke Palu.
"Maunya akan ada lamaran. Anak saya akan menikah dengan pacarnya yang ada di Palu," tutur Gus Sukadana lirih saat ditemui di kediamannya, Minggu (30/9).
Menurut Gus Sukadana, dewasa (hari baik) pernikahan sudah ditetapkan keluarganya.
Pernikahan secara adat Bali itu dijadwalkan menjelang Hari Raya Galungan pada Desember mendatang.
"Rencananya menikah dekat-dekat dengan perayaan Galungan mendatang," katanya dengan terbata-bata.
Namun takdir berkata lain. Rencana momen bahagia tersebut pupus setelah gempa bermagnitudo 7,4 SR dan diikuti tsunami menerjang Kabupaten Donggala dan Kota Palu, Jumat (28/9) sore. Gus Maiz turut menjadi korban bencana dahsyat tersebut.
Gus Sukadana tidak dapat menahan pilu hatinya dengan kejadian itu. Air mata berlinang dari matanya. Terkadang tatapannya kosong, mengingat anak laki-laki tunggalnya itu.
Gus Maiz adalah anak kedua dari dua bersaudara, Gus Maiz lulusan SPN Singaraja tahun 2005, dan langsung bertugas di Palu.
Ia menjadi anggota Satuan Lalu Lintas Polres Palu.
Saat gempa mengguncang dan diikuti tsunami di Palu, korban dikabarkan tengah bertugas untuk pengamanan (PAM) di Festival Palu Nomoni.
"Selama kariernya di polisi, dia sangat perhatian dengan orangtua. Ibunya selalu diperhatikan. Dan, kami tidak ada firasat apapun sebelum kejadian ini," ungkap Gus Sukadana.
Pacar Selamat
Kakak perempuan Gus Maiz, I Gusti Ayu Putu Widiantarini (35), menuturkan, terakhir berkomunikasi lewat telepon dengan adiknya dua hari sebelum kejadian.
Dan kabar meninggalnya Gus Maiz disampaikan pacar adiknya, yang berhasil selamat dan kini berada di pengungsian.
"Sempat pacar adik saya telepon kemarin malam (Sabtu malam). Dia bilang kalau adik meninggal. Posisi pacarnya adik di pengungsian, tapi ditelepon lagi tidak bisa," ucap Widiantari, sembari menuturkan pada Selasa besok dijanjikan akan dikasih uang oleh sang adik.
“Tidak biasanya adik mau kasih uang ke saya," sambungnya dengan nada pelan.
Widiantarini mengungkapkan lagi, Gus Maiz biasanya setiap setahun sekali pulang ke Bali. Biasanya setiap Nyepi. Namun, dalam dua tahun belakangan ini tidak pulang.
Gus Maiz selama ini menjadi tulang punggung keluarga, karena orangtuanya hanya bekerja sebagai petani.
"Ibu itu selalu dikirimin uang Rp 1 juta setiap meminta, karena tidak punya uang," ungkapnya.
Dimakamkan Secara Massal
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan, hingga Minggu (30/9) siang, tercatat 832 korban meninggal dunia akibat gempa bumi dan tsunami yang melanda Kota Palu dan Kabupaten Donggala.
Para korban yang telah teridentidikasi kemudian dimakamkan secara massal dengan berbagai pertimbangan.
"Banyak korban yang dimakamkan secara massal karena pertimbangan kesehatan. Dan korban yang meninggal dimakamkan setelah diidentifikasi melalui DVI, face recognition, sidik jari," kata Sutopo dalam konferensi pers di Gedung BNPB, Jakarta, Minggu (30/9).
Menurut Sutopo, para korban meninggal karena tertimpa reruntuhan bangunan saat peristiwa gempa dan tsunami.
Ada pun rinciannya, 821 korban meninggal di Kota Palu dan 11 korban meninggal di Kabupaten Donggala.
Sementara itu, korban luka tercatat 540 orang, pengungsi 16.732 orang yang ada di 24 titik.
Sutopo mengatakan, jumlah korban kemungkinan masih akan terus bertambah karena pencarian dan evakuasi terus dilakukan.
Proses pencarian dan evakuasi korban kemarin fokus di Hotel Roa Roa yang runtuh, Ramayana, Pantai Talise, hingga perumahan Balaroa.
"Di Hotel Roa Roa diperkirakan ada 50-an orang korban," lanjutnya.
Sutopo mengatakan, operasi SAR tidak mudah karena terkendala listrik padam, minimnya fasilitas alat berat, hingga terputusnya akses menuju lokasi.(I Made Ardhiangga Ismayana)