Senin, 29 September 2025

Saat Menutup Forum Konsultatif MIKTA ke-4 Ketua DPR Ingatkan Permasalahan Dunia

di Istana Tampak Siring Bali, Minggu (16/9/2018) kemarin mengungkapkan, persoalan yang ada.

Editor: Rachmat Hidayat
ISTIMEWA
Ketua DPR Bambang Soesatyo (tengah) saat menutup forum konsultatif MIKTA ke-4, di Istana Tampak Siring Bali, Minggu (16/9/2018). 

 TRIBUNNEWS.COM, BALI-Saat ini bangsa-bangsa di dunia tengah menghadapi sejumlah masalah yang harus dicarikan jalan keluar bersama. Ketua DPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet saat menutup forum konsultatif MIKTA ke-4, di Istana Tampak Siring Bali, Minggu (16/9/2018) kemarin mengungkapkan, persoalan yang ada.

Mulai dari penurunan ekonomi, ketidakamanan yang meningkat, krisis migrasi dan pengungsi yang tak diperkirakan sebelumnya serta situasi lingkungan yang sulit. 

"Tantangan global ini membuat negara yang tergabung dalam MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea, Turki dan Australia) perlu mengambil upaya kolektif lebih kuat untuk mewujudkan kemitraan yang lebih inklusif antar para pemangku kepentingan. Kemitraan yang setara antara laki-laki dan perempuan, antar pebisnis, komunitas, parlemen dan pemerintah negara anggota MIKTA," ujarnya.

Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini menuturkan, pertemuan konsultatif ketua parlemen negara MIKTA kali ini berlangsung pada masa-masa peran parlemen semakin dibutuhkan dari sebelumnya. Parlemen dibutuhkan untuk membentuk dinamika politik nasional baru yang mengarah pada perdamaian dan kesejahteraan global.

"Sebagai platform kemitraan inovatif baru, MIKTA berdiri untuk memajukan aksi-aksi kolaboratif di tengah cepatnya dinamika global berubah. Anggota MIKTA adalah negara demokratis serupa yang memiliki kebersamaan sikap dan peran dalam memperkuat tata kelola global," kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum KADIN ini menjelaskan, penyelenggaraan forum konsultatif keempat MIKTA mengangkat tema 'Creating Peace and Properity: The Role of Parliament'. Tema tersebut dipilih karena isu-isu perdamaian, keamanan dan kesejahteraan masih menjadi prioritas utama dalam masyarakat internasional.

"Forum terbagi menjadi empat sesi membahas isu-isu yang relevan dengan tema utama sidang MIKTA. Sesi pertama membahas tema industri kreatif, sesi kedua membahas penjagaan perdamaian dan keamanan, sesi ketiga tentang peran perempuan dalam perdamaian dan keamanan," katanya.

"Sesi terakhir membahas kerjasama maritim untuk kesejahteraan dan pertumbuhan berkelanjutan," urai Bamsoet.

Politisi Partai Golkar ini memaparkan, pada diskusi sesi pertama yang dipimpin Korea Selatan, MIKTA sepakat industri kreatif memiliki potensi nilai tambah untuk ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Inklusivitas adalah kunci untuk memajukan pertumbuhan, terutama pada masa ketika peluang kerja baru tercipta lewat pola pikir digital. 

"Kita menyambut beragam inisiatif MIKTA untuk ekonomi yang lebih inklusif, seperti MIKTA Experts Meeting on Inclusive Digital Economy Accelerator Hub and MIKTA Start Up Fest. Kita juga menanti perhelatan berikutnya yakni World Conference on Creative Economy pada November 2018 di Indonesia," sebut Bamsoet.

Sesi berikutnya, lanjut Bamsoet, Turki memimpin untuk membahas penjagaan perdamaian dan keamanan. Sesi ini merangkum perhatian parlemen negara anggota MIKTA terhadap kapasitas PBB dan Dewan Keamanan dalam mengatasi masalah perdamaian dan keamanan yang muncul di berbagai belahan dunia. 

"Sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB 2019-2020, Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan komitmen dukungan MIKTA dalam memperkuat arsitektur PBB untuk perdamaian dan keamanan internasional. Terkait hal itu, proses reformasi dalam tubuh PBB, khususnya Dewan Keamanan, perlu terus dilakukan," ujar Bamsoet.

Australia memimpin sesi yang membahas mengenai peran perempuan dalam perdamaian dan keamanan. MIKTA sepakat dalam perdamaian dan pencegahan konflik tidak boleh ada bias jender.

MIKTA juga menggarisbawahi pentingnya mewujudkan kerangka legislatif untuk tidak hanya melindungi dan mencegah perempuan menjadi korban konflik, tetapi juga melibatkan perempuan sebagai agen perdamaian dan keamanan berkelanjutan. 

"Kita sepakat untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan perdamaian dan penyelesaian konflik. Termasuk melalui peraturan keterlibatan perempuan di penjaga perdamaian, proses pembangunan perdamaian,  peningkatkan kepemimpinan perempuan, serta proses pengambilan keputusan," papar Bamsoet. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan