Erupsi Gunung Agung
Ketakutan Lihat Api dari Atas Puncak Gunung Agung, Ketut Wenten Ajak Keluarganya Mengungsi
Warga dari Banjar Kidulingkreteg, Desa Besakih, itu terpaksa menerobos hujan untuk mengungsi malam-malam.
TRIBUNNEWS.COM, MANGUPURA - I Ketut Wenten (57) dan keluarganya tiba di Banjar Bangbang Pande, Desa Rendang, Karangasem, Kamis (28/6/2018) sekitar pukul 21.00 Wita dalam kondisi basah kuyup.
Warga dari Banjar Kidulingkreteg, Desa Besakih, itu terpaksa menerobos hujan untuk mengungsi malam-malam.
Mereka merasa khawatir karena cahaya api (glow) terus tampak dari puncak Gunung Agung.
Aktivitas vulkanik Gunung Agung kembali meningkat sepanjang Kamis kemarin.
Setelah mengalami erupsi pada Rabu (27/6/2018) pukul 22.21 Wita, Sang Hyang Giri Tohlangkir pada Kamis kemarin terus mengeluarkan hembusan yang diikuti suara gemuruh.
Dan tadi malam bertepatan Purnama Kasa muncul cahaya api di atas puncak gunung.
"Saya mengungsi dengan keluarga besar. Ada tiga kepala keluarga. Semua saya ajak mengungsi, karena kami ketakutan ada api dari atas puncak," ungkap Wenten saat ditemui Tribun Bali di pengungsiannya, tadi malam.
Handphone milik Wenten saat itu terus berdering.
Sanak keluarga dan kerabatnya tidak henti-hentinya menghubungi Wenten untuk menanyakan keadaannya serta kondisi terakhir Gunung Agung.
Wenten mengaku jarak rumah keluarganya dari kawah Gunung Agung hanya 4 kilometer.
"Kami terus merasakan gemuruh, kadang-kadang terdengar dentuman. Tapi paling kami takutkan itu, nyala api di atas puncak sangat jelas. Kami khawatir terjadi apa-apa," jelasnya.
Wenten mengungsi bersama 11 anggota keluarganya. Ia berangkat dari kediamannya mengendarai sepeda motor.
Baca: Selisih Suara Tipis, Pendukung Dua Pasangan Calon di Pilkada Bolmut Konvoi
Mereka mengungsi membawa berbagai perlengkapan seperti selimut, karpet dan bantal.
"Jam setengah dua siang, bahkan dentumannya sangat keras. Banyak orang yang dengar. Apinya pun sudah keluar dari tengah kawah, kalau dulu dari samping. Hari ini sangat terlihat jelas apinya," tambahnya.
Gemuruh dan asap pekat dari kawah Gunung Agung dirasakan warga sejak pukul 08.00 Wita.
Kondisi ini terus terjadi hingga petang, sampai munculnya glow dari kawah saat malam harinya yang membuat warga panik.
"Kami tidak pikir panjang. Kami selamatkan diri, karena khawatir jika meletus. Hujan abu sih belum terasa. Namun, keluarga sudah menginformasikan di wilayah barat seperti Suter, Payangan sudah hujan abu," ungkapnya.
Peristiwa ini terjadi bertepatan dengan piodalan di Pura Pengubengan yang berjarak sekitar 2 km dari puncak kawah.
Terkait piodalan tersebut, Senin (25/6/2018), juga telah dilakukan matur pakelem oleh warga setempat ke kawah Gunung Agung.
"Padahal pulang kerja saya rencananya akan sembahyang bersama keluarga ke Pura Pengubengan. Tapi kondisi gunung seperti itu, saya dan keluarga lebih memilih mengungsi," kata Wenten.
Rencananya Wenten dan keluarganya akan menginap selama semalam di Banjar Bangbang Pande untuk mengungsi.
Jika kondisi sudah membaik hari ini, barulah ia dan kerabatnya akan pulang.
"Sekarang di rumah kondisinya hujan deras, dan cahaya api masih terlihat. Mungkin nanti ada kerabat lainnya yang menyusul untuk mengungsi," jelasnya.
Baca: Mata Sang Istri Berkaca-kaca saat Hakim Vonis Fredrich Yunadi 7 Tahun Penjara
Warga Banjar Kidulingkreteg lainnya, Eka Sanjaya, mengungkapkan dirinya dan beberapa kerabatnya sempat melihat burung ukuran besar terbang turun dari gunung.
Burung tersebut membentangkan sayapnya, hingga berukuran sekitar dua meter.
"Ada burung besar tadi turun dari gunung. Banyak warga yang melihat. Sangat jelas karena terbang di bawah sinar bulan," tutur Eka Sanjaya tadi malam.
Burung itu terbang ke arah lembah, dan menghilang diantara semak-semak. Warga memperkirakan burung itu turun gunung karena mulai terasa panas di puncak gunung.
I Ketut Baru, warga Banjar Kedungdung, Desa Besakih, juga mengaku mendengar suara gemuruh dari Gunung Agung.
Bahkan gemuruh terjadi secara terus menerus dan masih terjadi hingga semalam.
"Suara gemuruh mulai terdengar dari jam 11 malam kemarin (Rabu malam) dan sampai sekarang (tadi malam) gemuruh terus menerus tanpa henti. Suaranya terdengar keras sekali," katanya kepada Tribun Bali tadi malam.
Di puncak Gunung Agung ia juga melihat kepulan asap abu-abu dan sinar kemerahan.
"Daerah (Banjar Kedungdung, Besakih) saya radiusnya 8 km. Dari sini terlihat di puncak Gunung Agung muncul asap tebal dan di puncaknya terlihat sinar warna merah terang," jelas pria yang bertugas menjadi Linmas ini.
Ratusan warga Banjar Temukus Besakih pun mengungsi.
Dikatakan Ketut Baru, tadi malam warga Banjar Temukus mengungsi ke Banjar Kedungdung. Sebagian besar pengungsi adalah anak-anak, perempuan, dan orang tua.
"Karena gemuruh terus menurus dan suaranya keras, warga Banjar Temukus mengungsi. Sekarang saya masih menerima pengungsi dari Bajar Temukus, Besakih. Radius Banjar Temukus itu 3 kilometer," ujarnya.
Sekitar 200-an pengungsi anak-anak, perempuan, dan orang tua menempati Balai Banjar Kedungdung. Untuk yang laki-laki masih ada di Temukus menunggui hewan ternak.
Baca: Kesal Divonis 7 Tahun, Fredrich Yunadi Sebut Majelis Hakim Nyontek Jaksa
"Kalau daerah kami belum terdampak hujan abu. Di daerah kami masih aman," ungkap Ketut Baru.
Ratusan warga Desa Sebudi, Kecamatan Selat, yang berada di sekitar lereng Gunung Agung di radius 5 sampai 6 kilometer juga mengungsi ke daerah radius 10 hingga 12 kilometer.
Perbekel Sebudi, Komang Tinggal, menjelaskan warga mulai "turun gunung" sejak pukul 19.00 Wita setelah dengar suara gemuruh, sinar api, serta mencium belerang di pemukiman hingga radius 6 kilometer.
"Hampir sebagian warga turun ke bawah karena takut. Mungkin mereka tidur di bawah, di desa tetangga. Warga Sebudi yang turun sekitar 300-400 KK," kata Komang Tinggal saat dihubungi Tribun Bali, Kamis malam.
Warga Sebudi yang sudah turun berasal dari Banjar Sogra, Telung Buana, Sebudi, Lebih, dan Pura.
Mereka rencana mengungsi di Rendang, Sangkan Gunung Sideman, serta Amerta Bhuana.
"Tadi saya tanya, hampir semua mengaku takut mendengar suara gemuruh yang keras. Suaranya terdengar sampai radius 7 kilometer. Warga yang turun hanya membawa bantal, kasur lipat, pakaian. Saya rencana turun ke Sangkan Gunung," jelasnya.
Ditambahkan, warga memilih mengungsi murni karena takut dengan aktivitas vulkanik Gunung Agung. Tidak ada perintah dari pemerintah daerah maupun pasebaya.
"Mereka turun karena takut. Tadi warga lihat cahaya seperti api sekitar permukaan kawah. Bau belerang sampai sekarang tercium," tegas Komang Tinggal.
Hingga pukul 22.00 Wita, ratusan pengungsi dari wilayah lereng Gunung Agung memadati sejumlah tempat di Kecamatan Rendang, sepeti di balai banjar, dan lapangan umum Rendang.
Kendaraan yang membawa pengungsi juga lalu lalang.
Terkait pengungsi Gunung Agung ini, Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Provinsi Bali, I Made Rentin, mengatakan tim dari BPBD Provinsi Bali sudah diturunkan untuk melakukan pengecekan lapangan.
"Ya, personel sudah bergerak menuju pos pantau dan melakukan pemetaan di lapangan. Pemantauan dilakukan bersama BPBD Kabupaten Karangasem," ucap Rentin, kemarin.
Ia mengimbau masyarakat tidak panik dan tetap mengikuti arahan petugas di lapangan.
"Tim BPBD selalu siap membantu masyarakat. Segala kebijakan pemerintah dilaksanakan sesuai dengan level peringatan dininya, yang saat ini masih berada di level III," tambahnya. (mit/can/ful/wem/rin)