Kisah Haru Pensiunan Guru, Sudah Sakit-sakitan, Masih Harus Merawat 2 Anaknya yang Difabel Sendirian
Di usia senjanya, ia begitu ikhlas merawat anak-anaknya yang merupakan penyandang diffabel sejak puluhan tahun silam.
"7 Desember 2017 kemarin, saya sudah lakukan operasi. Dan dua hari sekali perawat PKU Bantul juga datang kesini memeriksa," imbuh dia.
Selepas bercerita tentang kakinya, masih dengan langkah tertatih, ia kemudian mengajak Tribun Jogja masuk ke rumahnya melihat langsung kondisi anak-anaknya.
Mbah Sandiman memiliki tiga anak, anak pertama bernama Eko Nur Rahmat (43), Dwi Nur Bintarti (39), dan Khoirul Samsuri (37). Ketiga anaknya difabel dan hanya terkulai lemah di atas lantai setiap hari.
"Anak pertama saya, Eko Nur Rahmat, baru kemarin pulang, meninggal dunia pada 24 Januari," terang Mbah Sandiman.
Di rumah sederhana itu, tampak dua anak Mbah Sandiman hanya terkulai lemas di lantai. Ketika disapa, sesekali hanya menggeliat menggerakkan tangan dan kepalanya.
Anak kedua, Dwi Nur Bintarti, terkulai di atas karpet di lorong rumah. Ia memegang botol warna hijau yang diisi kerikil sebagai mainnan setiap hari.
"Dwi, Dwi," tutur Mbah Sandiman sembari memegang kepala anaknya.
Mendapat sentuhan dari sang ayah, Dwi tampak menggeliat dan menggerakkan mainannya.
Kondisi tak jauh berbeda juga dialami adiknya, Khoirul Samsuri, ia terbaring tenang di ruang tengah.
Tak ada suara dan kata yang keluar dari mulut Khoirul ketika tribun Jogja mencoba mengajak berinterkasi.
Ia sesekali hanya membuka mata mengatupkan mulutnya.
"Anak-anak saya kondisinya sudah begini sejak lahir," ujar Mbah Sandiman, seakan pasrah pada takdir hidup yang menderanya.
Diakui Mbah Sandiman, selama ini untuk anak-anaknya dirinya tak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat. Bantuan datang kebanyakan justru datang dari swasta yang peduli untuk berbagi.
"Dari Dinas sosial Kabupaten tidak ada. Bantuan ada dari swasta dan uang kasih tiga bulanan dari pemerintah pusat," ujar Mbah Sandiman yang juga sebagai pensiunan guru.
Dijelaskan Mbah Sandiman, untuk memenuhi kehidupan sehari-hadi dirinya dan anak-anaknya ia hanya mengandalkan uang pensiun.