Erupsi Gunung Agung
Status Siaga Darurat Bencana Gunung Agung Kemungkinan Diperpanjang
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bakal memperpanjang status siaga darurat bencana Gunung Agung.
TRIBUNNEWS.COM, AMLAPURA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bakal memperpanjang status siaga darurat bencana Gunung Agung.
Perpanjangan status ini dilakukan setelah BNPB berkoordinasi dengan Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terkait aktivitas vulkanik Gunung Agung, Jumat (13/10/2017).
Awalnya status siaga darurat bencana Gunung Agung akan berakhir per 16 Oktober 2017.
Namun berdasarkan laporan dari PVMBG, ternyata aktivitas vulkanik Gunung Agung masih tinggi.
"Setelah kita lakukan koordinasi, PVMBG menyebut status Gunung Agung masih Awas (Level IV). Menurut saya, kemungkinan status siaga darurat bencana Gunung Agung harus diperpanjang," ujar Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, Tri Budiarto, ketika menyambangi Pos Pengamatan Gunungapi Agung di Desa Rendang, Karangasem, Jumat (13/10/2017).
Baca: Seharian Kemarin Gunung Agung Alami 906 Kali Gempa Vulkanik
Beberapa hari ke depan, atau sebelum masa siaga darurat bencana Gunung Agung berakhir, Senin (16/10/2017) mendatang, pihak Pos Komando di Tanah Ampo akan melakukan evaluasi, meliputi gunung, pengungsi, dan logistik.
Menurut Tri Budiartono, perpanjangan status siaga darurat bencana Gunung Agung nantinya masih sangat tergantung pada dinamika Gunung Agung yang sudah hampir 21 hari berstatus Awas.
"Satu-satunya pihak yang punya kompetensi untuk status Gunung Agung tentu PVMBG, karena itu Pos Komando harus bijak mempertimbangkan hal ini," jelas Tri Budiarto yang datang ke Pos Pengamatan bersama rombongan.
Menurut Tri Budiarto, hal yang harus dilakukan ke depannya adalah memberikan pengertian kepada masyarakat jika Gunung Agung masih berstatus Awas.
Baca: Dedi Mulyadi Janji Berikan Hadiah Jika Bocah yang Tercelup Minyak Panas Tak Main Ponsel Lagi
Pengertian dilakukan mulai dari tingkat pemerintah pusat hingga lingkup terkecil, yakni banjar melalui pendekatan secara persuasif lewat bahasa dan kearifan lokal.
Saat ini, BNPB mencatat, ada sekitar 2.000 warga yang berada di wilayah kawasan rawan bencana (KRB).
Ribuan warga dari 28 desa zona merah yang awalnya mengungsi, kini kembali ke kampung halaman mereka dan melakukan ativitas.
Hal tersebut didasari oleh berbagai faktor, mulai dari merasa jenuh di pengungsian, harus memberi pakan ternaknya, atau beralasan desa mereka tidak mengalami kerusakan parah saat letusan tahun 1963.