Selasa, 30 September 2025

HUT Kemerdekaan RI

Anak Terpidana Mati Amrozi Akhirnya Mau Hormat Bendera Setelah 10 Tahun Menyimpan Dendam

Zulia Mahendra (32) memilih untuk melepaskan rasa dendam yang selama 10 tahun terpendam.

Editor: Sugiyarto
surya/hanif manshuri
Zuli Mahendra, anak terpidana mati bom Bali satu, Amrozi (paling kiri) saat menjadi petugas pengibar bendera setelah sepuluh tahun tak sudi hormat bendera sejak orang tuanya dieksekusi mati, Kamis (17/8/2017). 

TRIBUNNEWS.COM, LAMONGAN – Zulia Mahendra (32) memilih untuk melepaskan rasa dendam yang selama 10 tahun terpendam.

Untuk pertama kalinya dalam rentang waktu itu, ia turut mengibarkan bendera merah-putih dalam upacara HUT ke-72 RI di sekitar kantor Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP), di Lamongan, 17 Agustus lalu.

Ketika diminta untuk menceritakan proses pemulihan trauma itu, Minggu (20/8/2017), anak terpidana mati kasus Bom Bali 1 Amrozi tersebut, terbuka.

“Sebenarnya prosesnya cukup lama, dengan rasa dendam yang masih ada. Seperti didiskriminasi sama negara, sama masyarakat."

"Jadi memang dari proses-proses yang sudah berjalan, apalagi usaha dan perbaikan mental dari seorang paman, dari ustaz Ali Fauzi, dari ustaz Ali Imron, memang sangat-sangat membantu dalam memulihkan,” kata Hendra.

Soal kemauan untuk menjadi pengibar bendara saat itu, ia tak merasa punya beban.

Ceritanya, sang paman Ali Fauzi-lah yang memintanya untuk menjadi tim pengibar bendera, bersama dua anggota YLP lain.

Permintaan itu disampaikan via grup layanan perpesanan Whatsapp.

“Jadi, ya sudahlah. Kita mulai dari sini. Jadi memang satu tahun ini yang sangat berarti untuk kembalinya kecintaan saya kepada Indonesia.”

Ketika sang ayah hendak dieksekusi, seketika itu juga Hendra merasa membenci negara.

Saat itu, ia masih duduk di bangku sekolah tingkat atas. Secara psikis, ia tengah dalam pencarian jati diri.

Hendra juga sempat ingin meneruskan perjuangan sang ayah. Ia belajar secara otodidak cara membuat dan merakit bom, serta ilmu tentang persenjataan.

Namun, semua niat itu hampir hilang setelah 10 tahun berlalu.

“Sangat-sangat benci (sama negara). Bahkan saya dendam, yang maksudnya dalam artian, saya harus meneruskan (perjuangan ayah) ini. Saya nggak bisa tinggal diam,” kenang Hendra.

Karena tak mau hormat kepada bendara merah-putih saat itu, Hendra memilih untuk tak ikut upacara bendara ketika bersekolah.

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan