Ramdani Tertahan di RS, Ibundanya Tak Sanggup Lunasi Biaya Perawatan Rp 12 Juta
Kendati sudah menunjukkan kesembuhan, Ramdani masih tertahan di rumah sakit karena tersandung masalah pelunasan biaya perawatan dan kamar tersebut.
TRIBUNNEWS.COM, TABANAN - Tangis Ni Wayan Candriasih (38) pecah, Rabu (19/4/2017), saat menceritakan tunggakan pembayaran biaya pengobatan dan kamar perawatan untuk anak keduanya Ramdani Yahya (11) di Rumah Sakit (RS) Wisma Prasanthi, Tabanan, Bali.
Ramdani Yahya menderita sakit Demam Berdarah (DB).
Kendati sudah menunjukkan kesembuhan, Ramdani masih tertahan di rumah sakit karena tersandung masalah pelunasan biaya perawatan dan kamar tersebut.
Candriasih yang sehari-hari berjualan gado-gado di depan rumahnya saat ini masih kesulitan mencari uang untuk membayar tunggakan rumah sakit yang mencapai Rp 12 juta untuk perawatan anaknya.
"Masih ada tunggakan. Sudah saya bayar Rp 3 juta, tapi total biaya pengobatan mencapai Rp 15 juta," ujar Candriasih sambil mengusap air mata.
Warga Banjar Tunggal Sari, Desa Dauh Peken, Tabanan ini menceritakan bahwa anaknya Ramdani mengalami sakit panas sejak Minggu (10/4/2017) lalu.
Esok harinya, kondisi siswa kelas V SD itu makin parah hingga bibirnya lebam.
Tanggal 12 April diperiksakan ke Puskesmas Dokabu, Tabanan.
Oleh puskesmas, Ramdani dirujuk ke RSUD Tabanan karena sakitnya dinilai parah.
"Tetapi karena ruang ICU di RSUD Tabanan penuh, maka anak saya dirujuk ke RS Wisma Prasanthi," terang Candriasih.
Saat tiba di RS Wisma Prasanthi, Ramdani langsung dimasukkan ke ruangan ICU.
Empat hari menjalani perawatan di ruangan ICU, biaya yang harus ditanggung mencapai Rp 14 juta.
Baca: Mayat Pria Tak Berbusana Gegerkan Warga, Tubuhnya Membengkak
"Saya ambil saja, yang terpenting anak selamat," jelasnya.
Candriasih mengatakan, ia tidak memiliki jaminan sosial kesehatan seperti BPJS Kesehatan.
Saat masuk rumah sakit, ia hanya memikirkan agar anaknya selamat dan dapat perawatan.
Saat ini, pihak keluarganya sedang melakukan rembug untuk mencari solusi atas tunggakan pembayaran biaya rumah sakit.
Candriasih mengaku tak memiliki barang berharga sebagai jaminan untuk menangguhkan pembayaran biaya perawatan agar anaknya bisa pulang lebih dahulu.
"Kami tidak punya sesuatu yang berharga untuk jaminan. Suami saya juga cuma pekerja serabutan," katanya.
Sementara itu, pihak RS Wisma Prasanthi menyayangkan pihak keluarga pasien tidak melakukan komunikasi sejak awal perihal kondisi ekonominya.
Pihak RS yang diwakili Kepala Bagian Keuangan, Anak Agung Gede Armaya menyebutkan, meskipun rumah sakit Wisma Prasanthi adalah RS swasta, sebetulnya ada juga beberapa kebijakan untuk pasien kurang mampu.
"Kami tetap punya alternatif, akan lebih baik jika sejak awal ada komunikasi," ujar Armaya.
Ia membenarkan bahwa pasien Ramdani dirujuk dari RSUD Tabanan dan berstatus pasien umum, bukan pasien dengan BPJS Kesehatan.
Menurut Armaya, pihak rumah sakit masih membuka dialog dengan pihak keluarga terkait apa penyelesaian masalah pembayaran.
"Masih kami buka dialog dengan pasien. Jika bisa membuktikan berasal dari keluarga kurang mampu dengan surat keterangan, ada potongan biaya. Atau alternatif lain bisa mencicil pembayaran dengan surat perjanjian," jelasnya.
Staf Humas RSUD Tabanan I Made Suarjaya saat dikonfirmasi mengatakan bahwa alih rawat pasien dari RSUD Tabanan ke RS Wisma Prasanthi yang tipenya lebih kecil, itu biasanya atas permintaan dari keluarga pasien.
Rujukan RSUD Tabanan adalah ke RSUP Sanglah.
"Untuk pasien tersebut pasti sebelumnya ada permintaan dari keluarga pasien," ujar Suarjaya.
Biasanya, menurut Suarjaya, proses yang dilakukan untuk perawatan pasien yang tidak mendapatkan ruang perawatan (termasuk ICU) akan ditempatkan sementara di ruang UGD yang memiliki tempat tidur tambahan.
"Sementara menunggu kamar kosong, biasanya pasien kami rawat di UGD dulu," jelasnya.
Adanya pasien kurang mampu yang menunggak pembayaran perawatan di rumah sakit dan harus ditahan kepulangannya cukup disesalkan oleh Ketua Komisi IV DPRD Tabanan I Made Dirga.
"Memang fasilitas kesehatan di Tabanan, terutama yang dimiliki RSUD Tabanan, masih terbatas. Tapi, kan itu bukan alasan. Cobalah penyelenggara kesehatan bisa mengoptimalkan puskesmas rawat inap," ujarnya.
Dirga berharap, rencana pengembangan RS Nyitdah bisa berjalan lancar agar ada tambahan fasilitas kesehatan pemerintah di Tabanan.
"Memang tidak banyak pilihan, tapi pemerintah sudah melakukan upaya agar ada layanan kesehatan bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat dengan pengembangan RS Nyitdah," terang Dirga.