Ditahan, Bupati Marthen Dira Tome Kaget Ditangkap KPK Saat Makan Malam
Bupati Marthen Dira Tome ditahan d Rumah Tahanan KPK. Dia akan ditahan untuk masa penahanan pertama.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati Sabu Raijua provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Marthen Dira Tome resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Marthen Dira Tome ditahan usai ditangkap saat makan malam di Imperial Chef, Taman Sari, Jakarta Barat, tadi malam.
Saat hendak digelandang ke mobil tahanan, Marthen mengaku kaget ditangkap karena sebelumnya belum pernah diperiksa KPK.
"Saya juga kaget tiba-tiba ada penangkapan karena kami belum pernah dipanggil untuk diperiksa," kata Marthen di KPK, Jakarta, Selasa (15/11/2016).
Marthen tidak menjelaskan secara rinci keperluannya sehingga pergi ke Jakarta. Marthen menegaskan dirinya hanya sedang makan malam sebelum pulang ke Kupang.
"Makan malam, saya mau pulang ke Kupang," kata Marthen.
Bupati Marthen Dira Tome ditahan d Rumah Tahanan KPK. Dia akan ditahan untuk masa penahanan pertama.
"Ditahan untuk 20 hari pertama untuk kepentingan penyidikan," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati.
Sebelumnya, KPK menetapkan kembali Marthen Dira Tome sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS) tahun 2007 di NTT.
Penetapan tersangka tersebut Marthen Dira Tome sebelumnya menang praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lantaran menetapkan dirinya sebagai tersangka saat masih menjabat sebagai Kabid PLS Dinas Dikbud NTT tahun 2007 senilai Rp 77 milyar.
Pengumuman Marten Dira Tome sebagai tersangka sebelumnya dilakukan pada Nopember 2014.
Pada kasus tersebut KPK sebenarnya menetapkan dua tersangka, yakni bekas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, John Manulangga. Namun Malangga telah meninggal dunia.
Pada saat, Marthen disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus itu sebelumnya diselidiki oleh Kejaksaan Tinggi NTT dan KPK menjadi supervisi. Namun, Kejaksaan Tinggi NTT akhirnya melimpahkan proses penyidikannya kepada KPK.
PLS merupakan dekonsentrasi APBN senilai RP 77.675.000.000. Program tersebut terdiri dari Program non formal dan formal, Pendidikan Anak Usia Dini, Program Budaya Baca dan Program Manajemen Pelayanan Pendidikan.