Kontras Keberatan Rekonstruksi Kasus Meranti Digelar di Polda Riau
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Hariz Azhar, Jum'at (20/9/2016) berkunjung ke Polda Riau.
Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Budi Rahmat
TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU- Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Hariz Azhar, Jum'at (20/9/2016) berkunjung ke Polda Riau.
Dua hal yang menjadi sorotannya adalah kasus Meranti dan SP3.
Soal kasus Meranti, Kontras mempertanyakan proses rekonstruksi yang dilaksanakan di RSDC Polda Riau.
Kontras menilai proses tersebut seharusnya digelar di lokasi perkara, Kabupaten Meranti.
"Saya menyampaikan kita keberatan. Kebetulan saya sudah ngobrol dengan masyarakat. Keberatan itulah yang disampaikan kepada dilaksanakan si Polda Riau," terang Hariz.
Menurutnya, banyak saksi yang tidak dilibatkan di lapangan saat dilakukannya gelar rekonstruksi.
"Itu terlalu subjektif, sepihak, dan tidak transparan terhadap masyarakat. Dalam hukum acara rekonstruksi itu alat menguji apakah peristiwa itu diselidiki dan disidik secara baik," ujarnya.
Selain itu, Hariz juga mempertanyakan uang duka yang diberikan kepolisian kepada keluarga korban sebesar Rp 25 juta.
Dikatakannya, uang ini harus jelas sumbernya, dan dikhawatirkan menjadi pola-pola pendekatan subjektif yang memengaruhi keluarga korban.
"Saya mempertanyakan uang yang diberikan kepada keluarga korban Rp 25 Juta. Itu uang darimana, menurutnya itu dari pribadi Kapolda. Ini pendekatan subjektif yang bisa memengaruhi objektifitas atau tuntutan keluarga korban," terang Hariz.
Pola seperti ini tambahanya akan berdampak pada trauma keluarga dan masyarakat meranti.
Ini menurutnya berawal dari proses yang tidak transparan.
Proses hukum yang hanya dilakukan terhadap empat orang tersangka juga dipertanyakan
"Kenapa hanya 4 orang yang diproses, mungkin menurut kita bisa 30 an orang," ujarnya.
Kontras juga mempertanyakan akses ke berkas SP3 yang dikeluarkan untuk perusahaan tersebut.