Selasa, 30 September 2025

Kerusakan Alam Renggut Hak Anak Perempuan Dayak

Anak-anak perempuan pedalaman diberi fasilitas agar bisa mendapatkan tempat yang aman dan nyaman mengisi kekosongan yang tidak didapat di sekolah

Penulis: Eko Sutriyanto
TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI
Dua perempuan Dayak ikuti lomba menganyam manik dalam Pekan Gawai Dayak ke XXX di Rumah Radakng, Pontianak, Kalimantan Barat 

TRIBUNNEWS.COM, KETAPANG -  Aktivis dan pemerhati anak Perempuan Dayak, Sr. Theresia Kurniawati RGS mengaku prihatin dengan kerusakan alam dan kondisi dunia pendidikan di Ketapang yang cukup memprihatinkan.

Aktivis anak yang tinggal di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, ini sedih akan fakta bahwa anak SMP pun belum lancar membaca.

Untungnya, dalam Dayak antara anak perempuan dan laki-laki tidak begitu dibedakan.

"Kalau anak laki-laki bisa sekolah, anak perempuan juga bisa sekolah. Bahkan, kadang-kadang anak perempuan ini di dalam kebudayaan Dayak diperlakukan lebih istimewa," katanya dalam keterangan persnya, Kamis (2/6/2016).

Tapi satu hal yang sekarang ini tak pernah disadari,  runtuhnya hak anak perempuan untuk mendapatkan air yang cukup.

Perempuan dimanapun butuh air sedangkan tanah di Kalimantan masif ditanami sawit yang notabene menyedot banyak air.

“Air bagi perempuan bukan sangat penting, tetapi lebih dari itu. Kalau tidak ada air, begitu susahnya kami para perempuan. Itu yang orang nggak kepikir. Perempuan hidup nggak mungkin nggak ada air. Laki-laki mungkin bisa bertahan sehari tidak pakai air, kalau perempuan tidak bisa," terangnya.

Ia menegaskan kerusakan alam Kalimantan pelan-pelan juga "merenggut hak perempuan" untuk tetap sehat dan untuk tetap menjaga kelangsungan hidup.

Di sisi lain, ia juga berupaya mencegah human trafficking di hulunya.

Trafficking ada karena kemiskinan dan kemiskinan ada karena pendidikannya kurang diperhatikan.

Karena itulah, ia kini menampung anak-anak perempuan pedalaman yang menempuh pendidikan di Marau.

Anak-anak perempuan pedalaman diberi fasilitas agar bisa mendapatkan tempat yang aman dan nyaman untuk mengisi kekosongan yang tidak didapat di sekolah.

“Mentang-mentang kita di pedalaman, tidak ada yang mau memperhatikan,” keluhnya merujuk pada Dinas Pendidikan Ketapang yang menurutnya masih belum pro pendidikan anak-anak pedalaman.

“Kalau ada salah satu dari anak perempuan ini gagal, kita akan kehilangan satu orang pemimpin. Misalkan ada yang hamil muda dan harus melahirkan dalam usia muda lalu kesulitan melahirkan dan meninggal itu artinya kami kehilangan satu orang ibu yang hebat di masa depan,” tandasnya.

Tugasnya kini menampung anak-anak dari pedalaman yang tidak punya akses pendidikan untuk sekolah dan memberikan tempat yang aman dan nyaman untuk mereka.

Ia berharap ke depan anak-anak perempuan harus memiliki peran penting untuk memutus mata rantai kemiskinan, kejahatan, kekerasan dan diskriminasi antar generasi.

"Bila pemenuhan hak-hak mereka berjalan sesuai harapan, anak perempuan berpotensi menjadi agen penting dalam perubahan dunia," pungkasnya

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved