Erlanda Syahputra, Hidup Tanpa Sinyal HP dan Kerap Didatangi Harimau
Banyak guru pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas di wilayah itu, namun hanya bertahan tiga atau lima bulan.

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Khalidin
BERTUGAS sebagai guru di daerah terpencil bukanlah pekerjaan mudah. Tak banyak orang yang siap tinggal jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Tapi tantangan ini tidak berlaku bagi Erlanda Syahputra, sosok guru terpencil di Kecamatan Longkib, Kota Subulussalam.
TUJUH tahun lalu Erlanda Syahputra (34), memutuskan menjadi guru bagi anak-anak di Desa Darussalam, sebuah perkampungan eks transmigrasi XX atau dikenal dengan sebutan transmigrasi Bhineka Tunggal Ika, 40 kilometer dari pusat Kota Subulussalam.
SDN Darussalam hanya memiliki 43 murid dengan enam ruang belajar, dan fasilitas yang serba minim seperti tanpa dilengkapi bangunan MCK, perpusakaan dan kantor sementara rumah dinas guru setempat juga masih sangat kumuh karena bertahun-tahun tak direhab.
Di wilayah itu, jalan belum dilapisi aspal sehingga setiap hari para guru harus bergumul dengan lumpur saat pulang dan pergi mengajar dan di sanalah Erlanda dan beberapa guru lainnya hidup, tinggal dan mengabdi.
“Waktu saya pertama kali menginjakkan kaki di Darussalam sambutan hangat penuh harapan dari masyarakat membuat saya terharu," kata Erlanda saat Serambi menyambangi SDN Darussalam, pekan lalu.
Tatapan masyarakat penuh harapan itu seolah agar saya hadir di sini, mendidik anak-anak mereka dan ini membuat saya makin betah di kampung ini.
Berdasarkan keterangan masyarakat setempat, ada banyak guru pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas di wilayah itu, namun hanya bertahan tiga atau lima bulan.
Setelah itu, mereka pindah ke daerah lain yang lebih dekat dengan kota, sementara Erlanda, ayah satu putra ini telah mengabdi di SDN Darussalam sejak 2009 lalu.
Besarnya niat untuk mengabdi bagi anak-anak di wilayah pedalaman itu juga ia buktikan dengan memindahkan istrinya dari tempat mengajar di SDN Pasir Belo, Kecamatan Sultan Daulat.
Tak hanya itu, Erlanda bahkan saat ini telah membangun rumah pribadi di kampung terpencil tersebut.
”Soal pindah ini sangat sering ditanyakan orang-orang, tapi yang pasti saya belum berniat pindah hingga sepuluh tahun lagi,” tutur suami dari Irma Rapita ini.
Erlanda menuturkan dirinya sempat bimbang saat ditempatkan di daerah terpencil yang dikelilingi gunung dan rimba.
Namun saat itu ia tidak bisa protes karena sudah menjadi tugas.
Belakangan, Erlanda pun mengaku semakin menyadari kalau tugas yang dia emban begitu mulia.