Humas JAS: Ini Kegiatan Diklat Tanggap Darurat Bencana, Bukan Latihan Militer
Humas JAS Jateng, Endro Sudarsono membantah jika pelatihan yang dilakukan oleh sekitar 38 anggota dan panitia itu ala militer dan berbahaya.
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
TRIBUNNEWS.COM, TEMANGGUNG - Warga di Dusun Jambon, Desa Gandurejo, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, dikagetkan dengan pengamanan sedikitnya 38 anggota Jamaah Anshorut Syariah (JAS) yang sedang mengadakan latihan diduga ala militer di lereng Gunung Sumbing, Sabtu (20/2/2016) dini hari.
Penghentian latihan oleh Polres Magelang dibantu Brimob Polda Jawa Tengah di lahan milik Perhutani Sikendil Wonotirto, Desa Gandurejo, Kecamatan Bulu, Kabupaten Magelang ini dilakukan karena Polres Temanggung mencurigai adanya latihan yang tidak lazim baik tempat dan waktunya.
Hingga Sabtu (20/2/2016) sore, para anggota JAS ini masih diperiksa dan dimintai keterangan oleh Polres setempat.
Mereka juga dimintai sidik jari oleh tim Inafis dari Polda Jateng.
Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) Jamaah Anshorut Syariah (JAS) Jateng, Endro Sudarsono membantah jika pelatihan yang dilakukan oleh sekitar 38 anggota dan panitia itu ala militer dan berbahaya.
Dia menegaskan, pelatihan ini merupakan kegiatan kemanusiaan.
"Ini tidak benar jika kegiatan ini militer atau semi militer. Bahkan, tidak ada hubungannya dengan radikalisme. Ini kegiatan diklat dalam rangka tanggap bencana alam, bukan hal apa-apa," ujar Endro di kantor SPK Polres Temanggung, Sabtu (20/2/2016) siang.
Baca: 38 Anggota JAS Latihan ala Militer di Lereng Gunung Sumbing Ditangkap
Menurut Endro, puluhan panitia dan peserta itu berasal dari Semarang, Kendal, Wonosobo, Solo, Karanganyar, Sukoharjo, Klaten.
Mereka mengikuti latihan tanggap bencana berupa latihan survival, P3K, dan pelatihan baris berbaris (PBB).
Dia juga mengatakan, dalam latihan tersebut semua peserta dilarang membawa senjata tajam dan senjata api.
Terkait temuan lima senapan angin, tiga sangkur, buku-buku keagamaan, dan bendera keagamaan, Endro mengaku senapan itu adalah milik Suparlan, warga sekitar yang memang menjadi tempat transit peserta latihan.
Dia mengakui, jika bendera itu milik organisasinya.
"Kami sesuai aturan, peserta tidak kami perbolehkan membawa senjata api dan tajam di latihan ini. Jangan sampai kami membawa hal-hal yang bertentangan dengan hukum," paparnya.
Dalam kesempatan itu, dia juga menyayangkan langkah polisi yang hanya menangkap tanpa surat pencekalan. Hal ini dilakukan polisi pada anak di bawah umur Mft (15), yang menunggu dua mobil milik para peserta latihan.
"Kami menyayangkan langkah polisi yang mencekal anak di bawah umur. Padahal, tidak ada surat penggeledahan dan pencekalan. Ini bisa melanggar undang-undang perlindungan anak," katanya.
Menurut Endro, kegiatan yang dilakukan organisasinya memang berupa kegiatan keagamaan, advokasi, dan juga kemanusiaan.
Dia menyebut, JAS merupakan pecahan dari Jamaah Anshorut Tauhid (JAT). JAT lebih condong ke Negara Islam Irak Suriah (ISIS) yang menurutnya tidak sesuai dengan musyawarah Khilafah di sana.
"Kami baru setahun ini berdiri dan memang sudah memiliki ribuan anggota di Banten, Jawa Barat, Jateng, NTB. Paling banyak anggota kami di Solo Raya. Inti dari gerakan kami adalah syariat Islam bebas dijalankan di Indonesia," ujarnya.
Bantuan Hukum
Sementara itu, Endro juga mengatakan pihaknya berharap adanya status hukum yang jelas bagi anggotanya ini.
Dia pun meminta bantuan hukum terhadap salah satu lembaga advokasi di Jateng dan meminta Komisi Perlindungan Anak (KPA) ikut berperan pada salah satu anak di bawah umur yang ikut diamankan.
"Kami juga berharap segera dipulangkan dengan status hukum yang jelas," tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPD FPI Jateng, Sihabuddin beserta sejumlah pengurus FPI Jateng berupaya meminta klarifikasi terkait dengan penangkapan puluhan anggota JAS yang berlatih di Lereng Sumbing, Gandurejo, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung.
Sihabudin datang bersama dengan Ketua Tim Advokasi FPI Jateng, Zaenal Abidin Petir, serta sejumlah ulama lain.
Mereka datang ke Mapolres untuk menemui Kapolres Temanggung dan anggota JAS terkait dengan dugaan latihan ala militer ini.
"Kami datang dengan tujuan untuk melakukan klarifikasi. Ada info latihan kebencanaan namun ada penangkapan. Jangan sampai ada pihak yang menyudutkan umat Islam," papar Zaenal Abidin Petir.
Zaenal menjelaskan, klarifikasi yang dilakukan oleh anggota FPI ini ditujukan agar tidak ada rasa mendiskreditkan umat Muslim.
Menurutnya, dengan klarifikasi ini agar umat Islam tidak dianggap sebagai teroris.
"Kami sebagai sesama muslim harus mengecek. Jangan sampai, ada kekeliruan isu ini seperti yang beredar di media. Apa-apa, begitu ada latihan, kemudian dikaitkan dengan terorisme," jelas Zaenal.
Menurut Zaenal, temuan senjata senapan angin dan sangkur, bukan sesuatu hal yang harus dibesar-besarkan.
Apalagi, senjata-senjata tersebut cukup wajar dimiliki seseorang dan tanpa harus memiliki izin polisi.
"Soal latihan di pegunungan itu hal wajar. Tolong jangan mendiskreditkan hal ini. Islam itu mengajarkan kasih sayang," ujarnya. (tribunjogja.com)