Kontroversi Gafatar
Doni Bingung Eks Gafatar Disebut Eksklusif
Dari tempat asalnya di Bantul, DIY, Doni beserta istrinya, Fitri (25) serta satu putranya, Andromeda (3 bulan), berniat mengadu nasib ke tanah Borneo.
Ia mengatakan berangkat ke Kalimantan Barat tidak ada yang mengajak. Hanya sebuah tawaran yang tidak disertai paksaan.
"Kok ngajak-ngajak, kita nggak pernah ngajak. Kami cuma nawarin, mau nggak. Kalau mau ya ayo, nggak ya silakan. Kan kembali kepada pribadi masing-masing, jadi nggak ada paksaan," tegasnya.
Napak Tilas
Dikisahkannya, setelah bertemu dengan teman lama, pagi harinya rombongan langsung berangkat menuju lahan yang akan dijadikan permukiman dan garapan. Menurutnya ceritanya, kedatangannya di Mempawah dapat disebut napak tilas masa kecilnya.
Saat ia masih berusia tiga bulan, kedua orangtuanya membawanya ke Mempawah. Karena saat itu ayahnya bekerja di sebuah perusahaan yang mengerjakan konstruksi bangunan dan jalan di Mempawah.
"Saya dulu masih usia tiga bulan dibawa orangtua ke Mempawah sekitar 1986. Ya semacam napak tilas lah. Saya sudah pernah hidup di Mempawah, ada kenangan," kenangnya.
Saat menginjakkan kakinya kembali ke Mempawah, ia berharap Andromeda dapat tumbuh besar di kota itu.
"Saat itu di Mempawah masih ada bioskop. Saya tinggal dekat Jl Bawal, pokoknya ada namanya jembatan Mempawah yang pertama dibangun, bentuknya kayak Jembatan Kapuas," paparnya.
Bersama keluarga Galih (27) dan Acep (38), pria lulusan S1 Pariwisata di Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo, Yogyakarta, tersebut berangkat menuju Desa Pasir di Mempawah.
Acep sebelum ke Mempawah bekerja sebagai cleaning service di kampus Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Ia tak menyangka, kini Gafatar akan menjadi kisah kelam hidupnya.
"Padahal dulu (di Yogya) kami sering ada aksi sosial. Kami pernah ada niat, kalau panen bagi hasil dua per tiga bagi warga kampung di sekitar. Agar warga merasakan manfaat hasilnya seperti itu," ungkap Acep disela-sela perbincangan.
Doni menegaskan koordinator pertaniannya sudah bersosialisasi dengan RT dan RW serta sejumlah tokoh masyarakat sekitar.
"Kami bahkan pernah makan bersama," jelas Doni.
Menurut Doni, tidak benar jika selama ini ada yang mengabarkan kehidupan mereka bersifat eksklusif.
Bahkan menurutnya, warga sekitar saja bingung pada isu kehadiran mereka meresahkan masyarakat sekitar.
"Ada isu begitu kami juga kaget, nggak ada (eksklusif). Jadi di sana itu ada pemilik keramba, Pak Dul itu bingung, dia mengatakan kok bisa ada yang (menyebut) warga di sini menolak. Dia malah tidak tahu," tegasnya.