Minggu, 5 Oktober 2025

Insiden Tolikara

Kasus Tolikara Jangan Hanya Diselesaikan dengan Pendekatan Hukum

Struktur negara yang seharusnya berfungsi memberikan perlindungan maksimal bagi warganya, ternyata tidak menunjukkan perannya dalam insiden tersebut.

Editor: Mohamad Yoenus
Tribunnews.com
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Serikat Pengacara Rakyat menilai, insiden penyerangan umat yang sedang beribadah di Tolikara adalah bukti negara gagal hadir dalam momen penting kehidupan rakyat.

Struktur negara yang seharusnya berfungsi memberikan perlindungan maksimal bagi warganya, ternyata tidak menunjukkan perannya dalam insiden tersebut.

"Menurut kami ada empat kekeliruan pemerintah sebagai penyelenggara negara terkait kasus Tolikara," ujar Habiburokhman S.H.,M.H, Juru Bicara Serikat Pengacara Rakyat, dalam siaran pers yang diterima Tribun, Senin (20/7/2015).

Pertama pemerintah telah keliru dalam melakukan tindakan antisipasi sebelum terjadinya insiden.

Jika mengacu pada kronologis yang beredar di media massa, seharusnya peristiwa tersebut tidak perlu terjadi jika pemerintah bertindak responsif terhadap gejala awal terjadinya penyerangan.

"Seharusnya momen Idul Fitri sebagaimana momen hari-hari besar lainnya mendapat perhatian khusus dalam konteks pengamanan," tulis Habiburokhman.

Menurutnya, sikap responsif pemerintah bisa dilakukan dengan memediasi pertemuan antara pimpinan umat beragama, dan mengoordinasikan pengamanan bersama yang memadai di lokasi pelaksanaan ibadah.

Kedua, pemerintah telah keliru dalam melakukan respons cepat pascaterjadinya penyerangan tersebut.

"Hampir 24 jam setelah kejadian tidak terdengar ada pertemuan koordinasi antar pimpinan institusi terkait untuk merepons peritiwa tersebut," katanya.

Selain itu juga tak ada penjelasan resmi yang jelas dan detail dari pejabat selevel menteri kepada masyarakat.

"Ada kesan masing-masing instansi terkait berjalan sendiri-sendiri. Kemungkinan kurang maksimalnya respons cepat ini karena posisi Presiden yang saat itu tidak sedang berada di Ibu kota sehingga sulit melakukan koordinasi," ujarnya.

Ketiga, pemerintah telah gagal melakukan koordinasi internal yang baik untuk menyelesaikan kasus tersebut.

"Beberapa saat setelah kejadian, Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo tidak segan mengumbar pernyataan yang cenderung “menyerang” institusi BIN di media massa," ungkapnya.

Habiburokhman menganggap, sikap Mendagri tersebut menunjukkan bahwa tidak ada koordinasi yang baik di internal elit pemerintah dalam mengusut kasus tersebut.

"Seharusnya segala kritikan terhadap sesama institusi pemerintah disampaikan dan diselesaikan secara internal, tidak perlu diumbar ke publik," ujarnya.

Terakhir, kata Habiburokhman, pemeritah menggunakan pendekatan yang salah dalam penyelesaian kasus tersebut.

Pernyataan Presiden Jokowi yang secara garis besar menyatakan kasus tersebut telah diusut Polri, mengindikasikan bahwa pemerintah hanya melakukan pendekatan hukum-ansich.

"Selain itu pemerintah terkesan memandang kasus Tolikara sebagai insiden kecil yang bersifat lokal," katanya.

"Anggapan bahwa kasus Tolikara hanya kasus lokal dan cukup diselesaikan secara hukum adalah anggapan yang sangat keliru."

Ia menambahkan, belajar dari pengalaman masa lalu, sekecil apapun konflik bernuansa SARA akan sangat sulit diselesaikan dengan cepat.

"Selalu ada efek domino yang timbul di daerah lain akibat satu insiden SARA di satu daerah," ucapnya.

Oleh karena itu, Serikat Pengacara Rakyat menilai penegakan hukum saja tidak akan bisa menyelesaikan kasus SARA.

"Penegakan hukum dengan memproses pidana pihak-pihak yang bertanggung-jawab dalam insiden tersebut memang penting, namun yang lebih penting adalah memperbaiki hubungan sosial antar umat beragama yang sempat rusak akibat insiden tersebut," ujarnya.

Serikat Pengacara Rakyat menganggap, Presiden Jokowi tidak bisa hanya menugaskan Polri menyelesaikan kasus tersebut, harus mengambil alih komando penyelesaian Insiden Tolikara ini dengan melibatkan seluruh elemen terkait.(*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved