Jumat, 3 Oktober 2025

Mitos 42 Warga Desa Bengkala Menderita Bisu dan Tuli

Desa Bengkala, Buleleng, Bali, memiliki 42 orang warga kolok (bisu dan tuli). Ada yang memandangnya karena gen dan lainnya memandang karena mitos.

Editor: Y Gustaman
Tribun Bali/AA Putu Santiasa
Para penari Janger Kolok dari Desa bengkala Kabupaten Buleleng, Bali, saat tampil di Art Center, Denpasar, Bali, Rabu (24/6/2015). 

Laporan Wartawan Tribun Bali, AA Putu Santiasa

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali memiliki 42 orang warga kolok (bisu dan tuli).

Desa ini kerap dijadikan sampel penelitian oleh peneliti dari berbagai negara. Hal ini untuk mengungkapkan fenomena orang kolok di Desa Bengkala.

Ketua Paguyuban Janger Kolok, I Ketut Kanta, beberapa tahun lalu tim peneliti dari Michigan University, Universitas Gadjah Mada dan Univesitas Udaya meneliti terkait DNA orang kolok di Desa Bengkala.

Para penari Janger Kolok dari Desa bengkala Kabupaten Buleleng, Bali, saat tampil di Art Center, Denpasar, Bali, Rabu (24/5/2015). (Tribun Bali/ AA Putu Santiasa)

Hal itu dilakukan untuk membuktikan dari sisi genetiknya (keturunan). Ia mengungkapkan, dari penelitian tersebut terungkap adanya keistimewaan pada gen.

Khususnya kromosom ke 17 warga setempat. Apa yang dialami warga kolok di Desa Bengkala juga ditemukan di satu daerah di India. Terbukti, sebab beberapa keluarga yang pasangan kolok, memiliki anak yang menderita bisu tuli juga.

"Tapi hal tersebut tidak selalu terjadi, ada juga pasangan kolok yang memiliki anak normal,” imbuh Ketut Kanta kepada Tribun Bali seusai pementasan.

Selain itu ada pula mitos yang berkembang di masyarakat Bengkala, bahwa kolok itu adalah suatu kutukan. Konon ada sekelompok masyarakat yang berselisih paham terkait penyembahan terhadap Dewa tertentu.

Para penari Janger Kolok dari Desa bengkala Kabupaten Buleleng, Bali, saat tampil di Art Center, Denpasar, Bali, Rabu (24/5/2015). (Tribun Bali/ AA Putu Santiasa)

"Dalam kelompok itu ada dua kubu, yang satu ingin menyembah dan yang satunya lagi tidak ingin menyembah. Akhirnya yang tidak menyembah itu keluar dari kelompok,” cerita dia. 

Kubu yang memutuskan untuk berpisah tersebut membawa emas yang banyak. Ketika dipanggil oleh kelompok yang satunya mereka tidak menyahut bahkan tidak berpaling.

“Karena marah dikutuklah kelompok yang pergi dengan membawa emas itu, supaya keturunan mereka tidak dapat mendengar dan berbicara. Dan mereka menetap di Desa Bengkala. Tapi itu mitos, saya juga takut menceritakannya,” jelasnya.

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved