Rabu, 1 Oktober 2025

Warga Minahasa Ini Kuliahkan Anak Hingga Sarjana dengan Miras Cap Tikus

Minuman keras tradisional khas Minahasa, Cap Tikus jadi target pihak kepolisian untuk diberantas.

Editor: Sugiyarto
zoom-inlihat foto Warga Minahasa Ini Kuliahkan Anak Hingga Sarjana dengan Miras Cap Tikus
Tribun Kaltim/dok
Petugas memperlihatkan barang bukti minuman beralkohol cap Tikus.

Laporan Wartawan Tribun Manado, Finneke Wolajan

TRIBUNNEWS.CO.ID, TONDANO - Minuman keras tradisional khas Minahasa, Cap Tikus jadi target pihak kepolisian untuk diberantas.

Namun sejumlah warga Minahasa menggantungkan hidupnya dari Cap Tikus. Untuk keperluan sehari - hari, hingga menyekolahkan anak-anak hingga sarjana.

Sebut saja Oldy Mandas (49) tahun, warga Desa Simbel Kakas. Karena Cap Tikus yang dijualnya puluhan tahun, anak sulungnya bisa mengenyam pendidikan hingga sarjana. Sedangkan si bungsu sementara duduk di bangku kuliah.

"Keluarga saya makan dan anak - anak bisa sekolah karena jualan Cap Tikus. Sudah puluhan tahun saya hidup dengan Cap Tikus. Saya tak lanjut sekolah, dari umur 12 tahun ikut orangtua buat Cap Tikus.

Usaha ini memang sudah turun temurun," ujarnya didampingi Yoppy Sumual, PNS Kecamatan Kakas Barat saat ditemui di stand Minahasa Expo, Senin (3/11/2014).

Pendapatan per bulan, menurut Oldy, lumayan mencukupi kebutuhan keluarganya. Kalkulasi rata - rata capai Rp 3 juta per bulan. Namun jika sedang ramai, Oldy bahkan pernah meraup Rp 20 juta selama sebulan.

"Paling sedikit yah begitu, tapi kalau ramai saya bisa dapat Rp 20 juta. Itu biasanya saat hari - hari raya seperti pengucapan dan hari besar lainnya," ungkap pria murah senyum ini.

Sejak dikeluarkannya program Brenti Jo Bagate, Oldy mengaku tak pernah kekurangan omset. Usahanya bahkan lancar - lancar saja. "Lancar - lancar saja. Lagi pula kami buat Cap Tikus ini, disalurkan pada para penampung yang punya izin. Tak pernah dapat razia," ujarnya.

Oldy yang ditemui di stand Kakas Barat, saat itu sedang sibuk mengatur alat penyulingan Cap Tikus. Hal itu mengundang perhatian warga yang asing dengan proses pembuatan Cap Tikus.

Camat Kakas Barat, J Tangkulung saat dimintai keterangan mengatakan di wilayah pemerintahannya, Desa Simbel memang paling banyak menghasilkan Cap Tikus.

Atas alasan itu pula, standnya menampilkan proses penyulingan Cap Tikus. "Di Desa Simbel, 20 persen warganya adalah pembuat Cap Tikus," ujarnya.

Bahkan, kata dia, pada ibadah Minggu, waktu ibadah digelar pukul 10.00 Wita, dengan alasan, warga harus penyuling dulu Cap Tikus. "Proses penyulingannya kan tak bisa ditinggal, jadi ibadah diundur," ucap Tangkulung.

Ia mengakui, pihaknya mendukung penuh produksi miras tersebut. Karena itu merupakan mata pencaharian warga. Namun di sisi lain, Tangkulung dengan tegas menyatakan sikap perang atas gangguan - gangguan Kamtibmas.

"Masyarakat ini buat banyak dan dibawa ke pabrik. Produksinya pun sudah ada izin, dan didistribusikan ke warga yang punya izin pula," jelasnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved