PN Medan Diminta Pertimbangkan Kelayakan Laporan BPKP Punya Legal standing
“Faktanya, selain BPKP tidak berwenang melakukan pengawasan terhadap BUMN, BPKP dalam melakukan audit terhadap PLN tidak pernah menghubungi PLN maupun
TRIBUNNEWS.COM,MEDAN - Majelis hakim Pengadilan Negeri Medan diminta menimbang dengan lebih seksama laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dijadikan bukti oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengenai adanya kerugian keuangan negara dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan life time extension (LTE) gas turbine (GT) 2.1 dan 2.2 PLTGU Belawan.
Laporan BPKP tersebut saat ini sedang digugat di Pengadilan Tata usaha Negara (PTUN) Jakarta karena BPKP dinilai tidak mempunyai kewenangan untuk menghitung adanya kerugian keuangan negara dan secara prosedur tata cara perhitungan yang dilakukan oleh BPKP tidak sesuai dengan standar audit yang berlaku.
“Kami meminta majelis hakim untuk menimbang dengan cermat dan objektif apakah laporan BPKP mengenai kerugian negara dalam proyek LTE GT 2.1 dan 2.2 PLTGU Belawan layak dijadikan sebagai bukti adanya tindak pidana korupsi, mengingat laporan tersebut selain menyesatkan juga cacat hukum dan saat ini sedang diperkarakan di PTUN Jakarta,” ujar Todung Mulya Lubis, kuasa hukum empat karyawan PLN yang menjadi terdakwa dalam perkara dugaan korupsi pada pekerjaan LTE GT 2.1 dan 2.2, yaitu Chris Leo Manggala, Rodi Cahyawan, Surya Dharma Sinaga dan Muhammad Ali, yang saat ini sedang diperiksa di Pengadilan Negeri Medan.
Direktur PT Mapna Indonesia Mohammad Bahalwan, pada 6 Juni 2014 mengajukan gugatan di PTUN Jakarta kepada Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi terkait perhitungan kerugian keuangan negara dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan LTE GT 2.1 dan 2.2 PLTGU Belawan.
Kemudian pada 22 Juli 2014, Mapna Group Company (Mapna Co), perusahaan asal Iran yang menjadi kontraktor pada proyek LTE GT 2.1 dan 2.2, dan Chris Leo Manggala dkk mengajukan permohonan intervensi untuk ikut sebagai pihak (Penggugat Intervensi) dalam perkara tersebut.
Pada persidangan tanggal 9 September 2014, Majelis Hakim PTUN Jakarta mengeluarkan putusan sela yang mengabulkan permohonan Mapna Co dan Chris Leo dkk karena pihak-pihak tersebut dinilai mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk masuk sebagai pihak dalam perkara tersebut.
Kuasa hukum Mohammad Bahalwan, Ari Juliano Gema, SH memaparkan alasan gugatan terhadap BPKP, yaitu Laporan BPKP tentang kerugian negara pada pekerjaan LTE GT 2.1 dan 2.2 bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.
“Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, lembaga yang mempunyai wewenang untuk melakukan perhitungan kerugian keuangan negara adalah BPK, bukan BPKP,” ujarnya.
Dasar gugatan lainnya adalah penerbitan laporan kerugian keuangan negara yang dikeluarkan oleh BPKP tidak sesuai Standar Audit yang berlaku yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawas Intern Pemerintah. Berkaitan dengan hal ini, Todung Mulya Lubis menyatakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008, BPKP adalah Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), bukan aparat pengawas BUMN. Selain itu dalam melaksanakan tugasnya, BPKP wajib mematuhi Standar Audit yang telah ditetapkan dalam Permenpan No. 5/2008.
Dalam Standar Audit yang berlaku ditentukan sebelum menerbitkan hasil audit, BPKP selaku auditor wajib mengumpulkan dan menguji bukti-bukti pendukung serta meminta tanggapan atas kesimpulan hasil auditnya kepada pihak-pihak yang relevan, antara lain PT PLN sebagai pemberi pekerjaan dan Mapna Co selaku kontraktor yang mengerjakan LTE GT 2.1 dan 2.2.
“Faktanya, selain BPKP tidak berwenang melakukan pengawasan terhadap BUMN, BPKP dalam melakukan audit terhadap PLN tidak pernah menghubungi PLN maupun Mapna Co, baik untuk menguji atau melakukan verifikasi atas bukti-bukti pendukung serta tidak pernah meminta tanggapan atas hasil auditnya,” timpal Todung.
Lebih jauh, Todung mengatakan, BPKP bukan sekali ini saja bertindak sewenang-wenang. Dalam kasus Indosat, Mahkamah Agung telah menyatakan Laporan BPKP cacat hukum dan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti.
“Saya heran apakah mereka tidak sadar bahwa perbuatan mereka itu merusak masa depan seseorang beserta keluarganya? Di mana hati nuraninya?”
Eri Hertiawan, kuasa hukum Mapna Co menambahkan, Mapna Co mengajukan permohonan intervensi karena memiliki kepentingan yang layak untuk ikut dalam perkara ini.
Hal ini karena laporan BPKP tersebut telah menimbulkan akibat hukum terhadap Mapna Co berupa munculnya atau hilangnya hak dan kewajiban serta kecakapan Mapna Co dalam menyelesaikan pekerjaan.