Pelajar Hacker Perlu Pendampingan Pemerintah
Anggota Komisi I DPRD Kutai Timur, Agiel Suwarno, mengapresiasi langkah Dinas Pendidikan Kutim yang siap menjadi penjamin seorang pelajar.
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered
TRIBUNNEWS.COM, SANGATTA - Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Kutai Timur, Agiel Suwarno, mengapresiasi langkah Dinas Pendidikan Kutim yang siap menjadi penjamin dan mengganti kerugian akibat tindakan "hacking" yang dilakukan seorang pelajar salah satu SMK di Sangatta terhadap beberapa perusahaan di Jawa.
"Saya menilai positif tindakan Disdik Kutim. Dengan status anak berusia 16 tahun, sudah semestinya pemerintah melakukan pendampingan. Mungkin ia belum paham tindakannya salah. Apalagi kasusnya ditangani Polda Jawa Timur dan ia ditahan di Surabaya," katanya.
Pada sisi lain, Agiel menilai harus dilakukan pembinaan yang tepat kepada AD maupun siswa-siswa yang lain, sehingga potensi dan bakat yang dimiliki bisa disalurkan secara baik dan tepat.
"Saya hanya khawatir muncul kesan bahwa AD adalah pahlawan dalam kasus ini. Sehingga tindakannya ditiru siswa lainnya. Saya berharap Disdik Kutim bisa meningkatkan sosialisasi tentang penyaluran minat dan bakat. Dan kasus ini bisa menjadi salah satu referensi yang disampaikan," kata Agiel.
Pada sisi lain, ketika proses peradilan nantinya menunjukkan AD bersalah, maka sikap taat terhadap hukum juga harus dijalankan.
"AD juga harus siap untuk menjalani proses peradilan. Dan saya berharap prosesnya benar-benar adil," katanya.
Sebelumnya, Ketua Satgas Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Muhammad Ihsan, mengatakan secara hukum jika AD terbukti melakukan tindak pidana, maka hak-haknya harus dijamin.
Sesuai dengan ketentuan UU No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak dan direvisi dalam UU No. 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak serta UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, menegaskan bahwa AD memiliki hak untuk didampingi penasehat hukum, keluarga, dan dijamin semua haknya selama proses hukum berjalan.
"Penahanan terhadap anak sebagai pelaku adalah upaya terakhir. Dan jika anak dijamin tidak akan melarikan diri, mengulang kembali perbuatannya serta menghilangkan barang bukti, maka penyidik dianjurkan untuk tidak melakukan penahanan pada anak," katanya.
"Anak harus didampingi dalam proses penyidikan sehingga dipastikan bahwa BAP yang dibuat betul-betul bukan atas tekanan dan pemaksaan," katanya.
Bagaimana sebaiknya pemerintah atau masyarakat bersikap pada anak yang jenius namun "salah bertindak" seperti ini?
"Pemerintah harus menyiapkan sistem yang dapat menjangkau dan mengarahkan anak-anak yang memiliki bakat khusus melalui program yang memadai untuk anak berkembang," katanya.
Kepala Kejaksaan Negeri Sangatta, Didik Farkhan Alisyahdi, SH, MH, menilai wajar harapan keluarga untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan ataupun meminta pemeriksaan dilakukan di Sangatta.
"Masalah tersebut masih debatable (masih bisa diperdebatkan). Dalam hukum ada istilah locus delikti dan tempus delikti. Aksi AD dilakukan di sebuah warnet di Sangatta. Artinya tindak pidananya dilakukan di sini," katanya.
Namun bisa saja penyidik berpandangan bahwa korban berada di Jawa Timur, pelapor di Jawa Timur, dan saksi-saksi korban berada di Jawa Timur. Namun ia menegaskan bahwa Kejari Sangatta siap untuk menindaklanjuti prosesnya bila kasus ini nantinya dibawa ke Sangatta.