Jumat, 3 Oktober 2025

Penghuni Sel Tepuk Tangan Saat Kadishub Kominfo Lembata Ditahan

Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Lembata, Drs Akhmad Yani Husen, akhirnya ditahan penyidik

Editor: Dewi Agustina
zoom-inlihat foto Penghuni Sel Tepuk Tangan Saat Kadishub Kominfo Lembata Ditahan
net
Ilustrasi

Laporan Wartawan Pos Kupang, Fince Bataona

TRIBUNNEWS.COM, LEWOLEBA - Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Lembata, Drs Akhmad Yani Husen, akhirnya ditahan penyidik Polres Lembata. Ia ditahan setelah menjalani pemeriksaan kurang lebih lima jam sejak pukul 08.00 Wita, Senin (10/3/2014).

Tepukan tangan penghuni sel Polres Lembata, termasuk dua stafnya dan satu mantan stafnya di Dishub Kominfo Lembata menyambut Akhmad Yani Husen saat pintu masuk sel dibuka.

Seperti diberitakan, empat tersangka lainnya dalam kasus pengadaan mobil dinas di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Lembata sejak tahun 2010 itu sudah ditahan penyidik pekan lalu.

Selain Direktur CV Gafel Putra, Yani Langoday selaku pelaksana proyek tersebut, juga ditahan Camat Ile Ape Timur, Yohanes Manuk yang ketika proyek itu berjalan, diangkat sebagai PPK (pejabat pembuat komitmen), panitia pemeriksa barang, Yoseph Lebi Ladjar dan Michael Alexander Raring.

"Saya siap menjalani proses hukum. Ini risiko jabatan saya. Yang pasti haram bagi saya mendapat uang dari proyek tersebut," tandas Akhmad Yani Husen, ditemui di sela pemeriksaan.

Husen mengaku merasa terbebani ketika satu per satu stafnya yang terlibat dalam kasus pengadaan mobil tahun 2010 itu mulai ditahan penyidik.

"Sesuai kewenangan kami masing-masing, sebagai kepala, saya sudah tahu akan menghadapi hal yang sama. Tapi lihat dulu karena saya juga punya hak melakukan pembelaan," ujarnya.

Penasihat hukum Akhmad Yani Husen, Akhmad Bumi, kepada wartawan usai penandatanganan penahanan kliennya, menjelaskan, selama kurang lebih lima jam pemeriksaan, Akhmad Yani Husen, dicecar sekitar 61 pertanyaan. Inti pertanyaan seputar dokumen kontrak dan SPM.

"Dua alat bukti, yakni keterangan saksi dan tanda tangan Pak Yani dalam dokumen kontrak cukup untuk melakukan penahanan," ujar Akhmad Bumi.

Namun Akhmad Bumi mengatakan, kliennya ternyata tidak pernah menandatangani surat perintah membayar (SPM) untuk pencairan dana tahap kedua sebesar 70 persen.

"Saya juga sudah melaporkan soal pemalsuan tanda tangan tersebut. Nanti diuji di forensik, apakah SPM itu, benar tanda tangan Pak Yani atau dipalsukan seperti pengakuan Pak Yani," kata Akhmad Bumi.

Dijelaskannya, SPM ditandatangani Kepala Dinas selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berdasarkan Surat Perintah Pembayaran (SPP) yang dibuat oleh PPK (pejabat pembuat komitmen). Dasar dibuatnya SPP adalah berita acara pemeriksaan dan serah terima barang yang ditandatangani oleh panitia pemeriksa barang.

"Tanda tangan di SPM Pak Yani inilah yang dipalsukan, karena dia tidak pernah menandatangani SPM tersebut. Jika hasil uji forensik ternyata benar dipalsukan, kami akan mempraperadilankan polisi untuk menguji apakah penahanan Pak Yani benar atau tidak," tegas Akhmad Bumi.

Ia menyatakan akan mengajukan penangguhan penahanan atas kliennya.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved