Pemimpin Ideal Menurut Dr HC Joko Widodo
Pemimpin, kata Jokowi, harus melihat langsung kondisi riil di masyarakat, berinteraksi dengan warga, dan kalau perlu, makan bersama mereka.
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Galih Priatmojo
TRIBUNNEWS.COM - Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sabtu (26/10/2013), memberi gelar doktor honoris causa kepada Joko Widodo atau Jokowi.
Gubernur DKI Jakarta itu diundang memberikan orasi. Itu merupakan rangkaian acara peringatan HUT ke-55 UMS.
Dalam orasinya, Jokowi bercerita soal kepemimpinan, mengenai pengalamannya mengelola Jakarta.
Dalam orasinya, Jokowi menyebut bahwa sejumlah prestasi yang dicapainya selama satu tahun memimpin Jakarta adalah karena rajin turun ke lapangan. Menurutnya sebagai pemimpin hendaknya tak boleh malas untuk turun ke lapangan, mau melihat langsung kondisi riil masyarakatnya.
Pemimpin, kata Jokowi, harus rajin turun ke lapangan. Harus melihat langsung kondisi riil di masyarakat, berinteraksi dengan warga, dan kalau perlu, makan bersama mereka.
Pendekatan tersebut membuat Jokowi masuk sampai ke akar persoalan. Juga, membuat masyarakat Jakarta percaya kepadanya. Modal itulah --pengetahuan pada akar masalah dan kepercayaan rakyat-- yang dipakai Jokowi untuk menata Jakarta secara efektif dan efisien.
"Pemimpin itu ya harus bisa menguasai medan," ujarnya. "Kalau nggak turun ke lapangan mana tahu kita kondisi sebenarnya."
Jokowi memberi contoh penataan kaki lima di Pasar Tanah Abang, Jakarta. Di sini, preman menguasai pasar. Dari blusukan, turun ke lapangan, Jokowi mengetahui bahwa preman Tanah Abang mendapat iuran dari pedagang yang berjualan di badan jalan hingga Rp 6 miliar sehari.
"Nah, kalau kita cuma monitor saja di ruang kantor mana bisa menyelesaikan soal Tanah Abang itu," kata Jokowi.
"Kita interaksi dengan warga itu juga menimbulkan efek trust dari mereka ke kita. Gimana bisa percaya sama pemimpinnya kalau nggak pernah dialog langsung," ungkapnya.
Jokowi juga bercerita tentang Tanah Tinggi, kawasan yang letaknya tak jauh dari kantor tempatnya bertugas sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Setelah blusukan, Jokowi kemudian tahu bahwa di kawasan tersebut ada warga miskin yang sakit tapi tak mampu mendapatkan pengobatan yang layak.
Karena miskinnya, banyak warga yang sakit hanya berbaring saja, tidak ke rumah sakit. Mereka tidak mampu membeli obat.
"Dari temuan-temuan itu di lapangan kemudian saya meluncurkan yang disebut Kartu Jakarta Sehat. Begitu saya dilantik Oktober tahun lalu, bulan November saya sebar itu KJS. Meski sempat mendapat ganjalan dari para (anggota) dewan tapi mau nggak mau itu harus segera diadakan karena memang faktanya di Jakarta banyak warga yang tak mampu mendapatkan layanan kesehatan secara baik dan terjangkau," ungkapnya.