Petarung Sejati Pendukung Megawati Itu Telah Pergi
Andi Potji adalah petarung sejati. Awal tahun 90-an, beliau memilih berdiri di barisan Megawati ketika kaum
Catatan Dahlan Dahi, Wartawan Tribun
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Kabar duka datang pagi ini. Andi Potji, benteng Megawati di Makassar, Sulawesi Selatan, meninggal dunia karena sakit, Senin (2/9/2013.
Andi Potji adalah petarung sejati. Awal tahun 90-an, beliau memilih berdiri di barisan Megawati ketika kaum nasionalis dan marhaenis lainnya memilih langkah pragmatis mendukung PDI bentukan Soeharto.
Andi Potji tahu pilihannya sangat berisiko. Dan risiko itu nyata: bisnisnya pelan-pelan hancur.
Dia meninggalkan dunia bisnis dan memimpin barisan Pro-Mega dari rumah tuanya di jantung Kota Makassar, Jalan Sultan Hasanuddin.
Di rumah itu Andi Potji selalu ditemani Jacobus Camarlouw Mayong Padang, seorang wartawan idealis, yang ke mana-mana naik motor Vespa tua.
Di pentas politik nasional, publik lebih mengenal Cobu, bukan mentornya, Andi Potji.
Reformasi datang menyelamatkan pilihan Andi Potji, mengantarnya ke kursi DPRD.
Namun gajinya sebagai anggota dewan terlalu kecil untuk bisa mengganti hartanya sebagai pengusaha.
Andi Potji menikmati pilihannya. Hidup, bagi Andi Potji, bukanlah semata soal uang. Hidup adalah pertarungan memperjuangkan nilai.
"Dahlan," katanya suatu waktu. "Hidup ini bermartabat kalau kita memiliki nilai. Apalah artinya punya harta berlimpah kalau semua itu kita peroleh dengan mengkhianati hati nurani kita".
Andi Potji mengatakan itu ketika ditanya mengapa dia mendukung Megawati.
Pada awal tahun 1990-an, Megawati seperti penderita kusta yang dimusuhi penguasa Orde Baru.
Andi Potji memilih barisan itu dan meninggalkan profesi pengusaha, pekerjaan yang memberinya kenyamanan hidup.
Sebagai nasionalis sejati, Andi Potji setia pada pilihannya. Bukan sehari dua hari tapi puluhan tahun, hingga akhir hayatnya.