Ade Suhaya: 'Duit Rp 200 Juta Itu Titipan'
Anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrat Ade Suhaya, yang disebut-sebut menerima dana
TRIBUNNEWS.COM, SUBANG - Anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrat Ade Suhaya, yang disebut-sebut menerima dana dari Ketua Koperasi Triana Sakti (KTS) sebesar Rp 200 juta, mengaku menerima uang itu, tapi hanya sebagai titipan.
"Sebelumnya saya sempat katakan tidak menerima karena saya ingin Ketua KTS menjelaskan langsung, tapi ternyata Ketua KTS ini malah menjelaskan hanya sepenggal-sepenggal. Saya tegaskan, uang itu titipan karena KTS hendak membeli sapi di salah seorang peternak di Purwakarta, yang waktu itu saya hendak ke Jakarta lewat Purwakarta," kata Ade kepada Tribun di Gedung DPRD Subang, Jumat (17/5/2013)
Ia juga mengakui bahwa survei LPDB sempat dilakukan di peternakan sapi milik kakaknya, H Rohimat. "Tapi survei di sana itu ditolak, tidak disetujui seperti yang dikatakan Ketua KTS," ujar Ade.
Setelah pengajuan dan survei LPDB dilakukan di peternakan sapi milik kakaknya, pengajuan pun diubah, tidak lagi untuk penggemukan, tapi untuk jual-beli sapi. "Dan itu surveinya di pemilik peternakan sapi milik Mukadi di Purwakarta karena di orang ini banyak menernakkan sapi," kata Ade.
Ia mengaku bahwa informasi yang dijelaskan oleh ketua KTS sangat tendensius karena dinilainya menyudutkan dirinya yang saat ini merencanakan untuk maju dalam ajang pilkada Subang. "Saya berencana untuk melaporkan dia secara hukum karena menyampaikan informasi yang tidak jelas dan membuat nama saya tercemar," ujar Ade.
Tentang sejumlah anggota koperasi yang tidak menerima bantuan dari pinjaman tersebut, Ade mengaku tidak mengetahui hal itu. "Saya enggak tahu terlalu teknis soal itu," ujarnya.
Saat dihubungi via telepon, Mukadi (55), pengusaha peternakan sapi asal Purwakarta, mengakui bahwa Ketua KTS ini membeli sejumlah sapi dari dia. "Jumlahnya banyak. Seingat saya sampai 100 ekor. Dia juga bilang uangnya hasil pinjaman," ujar Mukadi, kemarin.
Mukadi mengatakan, ia tidak tahu persis mengenai petugas LPDB yang menyurvei ke peternakan sapi miliknya di Purwakarta. "Namun waktu itu pernah Pak Ketua KTS datang banyakan ke sini lihat-lihat sapi saya. Selebihnya saya tidak tahu itu siapa," kata dia.
Mantan anggota KTS Odang Sumarna mengatakan memang pada pengajuan dana ke LPDB yang keempat kali, yang kemudian disetujui LPDB. Pengajuan dana tersebut ditujukan untuk jual-beli sapi.
"Tapi dana Rp 500 juta yang telah cair itu, yang seharusnya wajib untuk dibelikan sapi, tidak dibelikan oleh Ketua KTS. Malah, seingat saya, Ketua KTS ini mencari kuitansi-kuitansi pembelian sapi hingga ke pasar hewan di Purwakarta," ujarnya.
Jika uang Rp 500 juta tidak dibelikan sapi oleh ketua KTS, Odang tidak ingin menduga-duga ke mana uang tersebut dialirkan. "Yang pasti, uang itu harus digunakan untuk membeli sapi dan semua kebutuhannya. Pembelian sapi itu pun sebagai syarat agar pencairan termin kedua dicairkan," ujarnya.
Hal senada dikatakan Tedi Ruslan yang juga mantan anggota koperasi tersebut. Di koperasi tersebut, ia menjadi sopir yang mengantarkan setiap proses pengajuan ke LPDB. Namun, setelah pencairan, dia keluar dari koperasi tersebut.
Ia mengakui bahwa sedari awal, KTS mengajukan pinjaman ke LPDB untuk peternakan penggemukan sapi. Namun, belakangan, pengajuan diganti untuk jual-beli sapi, kemudian disetujui oleh LPDB sebesar Rp 500 juta untuk termin pertama.
"Setahu saya, instruksi LPDB waktu itu, uang Rp 500 juta harus dibelikan untuk sapi. Dengan uang itu, waktu itu bisa dibeli 49 ekor sapi, dan setiap pengurus dijanjikan akan diberi 1-10 ekor sapi untuk diurus. Tapi saya dan anggota tidak mendapat sapi-sapi itu, makanya saya keluar dari koperasi," ujar Tedi.
Tedi menjelaskan, menurut aturan di LPDB, LPDB harus menerima bukti-bukti pembelian sapi tersebut. Namun, kata dia, Ketua KTS mengakali hal itu dengan memberikan kuitansi-kuitansi bekas sebagai pembuktian bahwa KTS sudah menggunakan dana Rp 500 juta untuk membeli sapi.
"Sapinya enggak ada karena Ketua KTS tidak membeli sapi. Adapun uangnya, Rp 200 juta, mengalir ke lain anggota," kata Tedi.
Kejari Tengah Pelajari
Ketua KTS Dudung Dermawan mengakui bahwa uang yang diberikan kepada Ade Suhaya sebesar Rp 200 juta sebagai uang untuk pembelian sapi. "Saya tegaskan itu bukan uang success fee. Itu uang untuk pembelian sapi kepada dirinya senilai Rp 200 juta meskipun memang Ade Suhaya ini membantu kami dalam proses pengajuan dana ke LPDB," ujar Dudung kepada Tribun melalui ponselnya, Kamis (16/5/2013).
Disinggung mengenai dana yang dihimpun olehnya kepada sejumlah anggota senilai Rp 45 juta, ia mengakui hal itu untuk biaya operasional pengajuan pinjaman. "Itu untuk kantor dan peralatan kantor. Tapi itu sudah dikembalikan lagi ketika telah cair," ujarnya.
Ia menjelaskan, selama tiga kali pengajuan tersebut, proposal pengajuan dana berbentuk pinjaman dana untuk peternakan penggemukan sapi. "Tapi pada pengajuan ke empat yang akhirnya disetujui, pengajuan dananya berbeda, menjadi pengajuan dana untuk trading/jual beli sapi. Sebelumnya, pengajuan dana untuk penggemukan sapi, itu ditolak oleh LPDB," katanya.
Soal sangkaan sejumlah mantan anggota bahwa KTS tidak memiliki usaha peternakan sapi, ia membantahnya. "Usaha sapinya kan kami dari koperasi bekerja sama dengan HR karena dia memiliki sapi dan kandang sapinya. Survei dari LPDB-nya pun dilakukan di kandang sapi milik HR. Dan setelah cair, setiap bulan kami membayar angsurannya ke LPDB," ujar Dudung.
Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Subang Wilman Ernaldy mengaku baru mengetahui hal tersebut dari sejumlah pemberitaan media massa. "Temuan ini akan kami tindak lanjuti dengan mempelajari terlebih dulu," ujar Wilman di ruang kerjanya. (men)