Desa Wisata Kota Batu Perlu Diatur di Raperda
Hal itu agar ke depannya tidak ada konflik antarwarga
TRIBUNNEWS.COM, BATU - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batu, Uddy Sayifudin mengusulkan supaya desa wisata diatur dalam rancangan peraturan daerah kepariwisataan. Hal itu agar ke depannya tidak ada konflik antarwarga.
Uddy memaparkan, pembangunan desa wisata memang perlu ditekankan sebagai muatan lokal dimana Pemerintah Kota (Pemkot) Batu akan menuju pariwisata go international. Di desa wisata nanti bisa memikat turis mancanegara dengan kondisi alami Batu.
Kendati demikian, Uddy berharap perkembangan desa wisata nanti tidak menimbulkan konflik antar masyarakat, seperti yang terjadi di pariwisata Gua Pindul di Gunung Kidul Provinsi Jogjakarta yang dikelola warga. Awalnya, gua itu dikelola tiga kelompok, lalu datang lagi tiga kelompok. Setiap hari pengunjung semakin ramai, kondisi ini membuat warga lainnya ingin mengelola.
Karena itu, untuk meminimalisir konflik di Batu perlu diatur juga dalam perda. Sekarang, kata Uddy, Gua Jepang di kawasan Coban Talun belum banyak dikunjungi wisatawan, tapi nanti kalau sudah dipoles bisa bagus bakal menarik wisawatan.
“Nanti itu nanti jangan sampai menjadi rebutan. Karena itu, kalau sudah ada raperda sudah diundangkan, perlu juga diatur dalam perwali dan perdes,” pesan Uddy, Minggu (7/4/2013).
Selain desa wisata, Uddy menginginkan raperda mpariwisata yang sekarang lagi digodok di DPRD mendekati sempurna, artinya, raperda itu tidak banyak mengalami perubahan dalam waktu dekat meskipun banyak perkembangan. Minimal seperti UU 9/1990 tentang Kepariwisataan yang baru diubah menjadi UU 10/2009 setelah 19 tahun berjalan.
“Di dalam raperda nanti, kami sarankan juga memuat perlindungan konsumen, tamu, orang asing, usaha, dan profesi. Termausk badan promosi daerah. Mudah-mudahan bulan ini selesai ,” harapnya.
Sementara itu, anggota Pansus raperda pariwisata DPRD Kota Batu, Juhaimi mengungkapkan, bisa saja mengakomodir usulan Uddy. Raperda kepariwisataan ini harus menyentuh dan meningkatkan ekonomi masyarakat secara langsung.
“Bisa jadi pemikiran itu diwujudkan. Ini kebijakan lokal Pemkot yang menyentuh hidup hajat orang banyak. Bagus juga kalau nanti dalam induk pariwisata dicantumkan (pengaturan desa wisata),” katanya.
Juhaimi menegaskan, apakah usulan itu perlu masuk ke raperda yang sudah berjalan atau raperda baru. “Raperda yang sedang dibahas lebih banyak pada infrastruktur. Bagaimana mengorganisasi perangkat-perangkat pariwisata. Tapi semangatnya untuk memberi pelayanan kepada wisatawan,” pungkasnya.