Jumat, 3 Oktober 2025

Nelayan Berau Dikenakan Undang-undang Darurat

Polres Berau akhirnya menetapkan SA sebagai tersangka dalam pengungkapan kasus kepemilikan bom ikan

Editor: Budi Prasetyo
zoom-inlihat foto Nelayan Berau Dikenakan Undang-undang Darurat
Tribun Kaltim, Geafry Necolsen
Polres Berau saat menggelar barang bukti dan menghadirkan para tersangka pelaku dan pemilik bom ikan. Kedua tersangka yang berprofesi sebagai nelayan ini dikenai Undang-undang Darurat dan terancam hukuman seumur hidup.

TRIBUNNEWS.COM TANJUNG REDEB,  – Polres Berau akhirnya menetapkan SA sebagai tersangka dalam pengungkapan kasus kepemilikan bom ikan. Sebelumnya, Polres Berau menangkap AR  dan SA yang berprofesi sebagai nelayan di Kampung Balikukup Kecamatan Batu Putih sedang membawa bom ikan.

Namun saat itu, SA hanya dijadikan saksi. Namun setelah dilakukan pemeriksaan sebagai saksi, SA juga ditetapkan sebagai tersangka. Hal itu dikemukakan oleh Wakapolres Berau,Kompol Hendro Kusmayadi didampingi Kabag Humas Polres Berau, AKP Marwoto.

“Jadi ada dua tersangka dalam kepemilikan bom ikan ini, kedua tersangka dikenai Undang-undang Darurat Nomor 12/1951 tentang kepemilikan senjata api dan bahan peledak, dengan ancaman hukuman seumur hidup,” kata Hendro Kusmayadi, Rabu (13/2/2012).

Kedua tersangka tertangkap tangan membawa bahan peledak yang dibuat dari Amunium Nitrat, minyak tanah dan korek api. Amunium nitrat, kata Hendro bukan barang yang dipasarkan secara bebas. “Apalagi di Berau, tidak ada yang menjual. Pembelian amunium nitrat itu harus dengan pengawasan,” terang Hendro.

Petugas mengamankan bubuk yang dimasukkan dalam botol kaca sebanyak 9 botol siap ledak, bubuk mesiu, selang sepanjang 20 meter, snorkle, kacamata selam, kompresor, perahu, peti penampung ikan, dan 20 kilogram ikan jenis karang atau batu yang diduga didapatkan dari hasil mengebom.

Lalu dari mana para tersangka mendapat amunium nitrat? “Menurut pengakuan para tersangka, bahan-bahan untuk merakit bom ini berasal dari Tawau, Malaysia,” ungkapnya. Meski ‘hanya’ diklasifikasikan sebagai low explosive, namun bom ikan yang dirakit para tersangka sangat berbahaya.

“Satu botol kecil seukuran botol kratingdaeng saja, bisa menghancurkan satu ruangan rapat Polres,” ujarnya. Apalagi bom yang dimiliki oleh para tersangka berukuran tiga kali lipatnya dan berjumlah sembilan botol.

Sementara itu, Kabag Humas Polrse Berau, AKP Marwoto menambahkan, sementara ini para tersangka hanya dijerat dengan satu pasal dalam UU Darurat tentang kepemilikan bahan pekedak. “Tapi tidak menutup kemungkinan, tersangka juga akan dijerat dengan Undang-undang tentang lingkungan dan perikanan,” paparnya.

Ancaman hukuman seumur hidup ditambah dengan undang-undang lainnya dimaksudkan untuk memberikan efek jera kepada pelaku penangkap ikan dengan bahan peledak. “Supaya jangan ada lagi orang yang menggunakan bom untuk menangkap ikan,” katanya lagi.

Polres Berau menghimbau kepada masyarakat, khususnya nelayan agar tidak menggunakan bom untuk menangkap ikan. Selain ancaman hukuman yang tinggi, resiko penggunaan bahan peledak juga dapat membahayakan diri dan orang lain.

“Sudah ada kasusnya di Berau, ada nelayan yang harus diamputasi karena terkena ledakan bom ikan,” bebernya. Penggunaan bom, selain membahayakan juga merusak ekosistem laut. Menurut catatan Polres Berau, penggunaan bom ikan di Kabupaten Berau cukup tinggi.

“Mereka (pelaku) biasanya menggunakan bom di tempat-tempat yang jauh dari jangkauan kami, Polres dengan Polsek-Polsek juga memiliki kemampuan yang terbatas,” kata Hendro.

Baca  Juga  :

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved