Nelayan Tuntut Polisi Usut Kematian Temannya
Kematian Suparman akibat bentrok dengan pengusaha kapal pukat tarik dua (pukat gerandong) pada 21 Januari lalu, membuat perwakilan nelayan

TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Kematian Suparman akibat bentrok dengan pengusaha kapal pukat tarik dua (pukat gerandong) pada 21 Januari lalu, membuat perwakilan nelayan tradisional Desa Perlis, Kabupaten Langkat, mendatangi sekretariat Kontras Sumut di Jalan Brigjen Katamso, Selasa (29/1/2013).
Nazaruddin Boy, salah seorang perwakilan nelayan, menilai tuntutan mereka kepada Polres Langkat untuk mengusut tuntas kematian rekan mereka berjalan lambat dan tidak ada upaya polisi mengungkap pelakunya.
Padahal, selain ada korban tewas, dalam bentrok tersebut satu nelayan luka parah dan hingga kini masih kritis di RS Tanjungpura. Sedangkan satu korban lagi, Safarudin hingga kini hilang tak ada kabarnya.
"Kita minta Polres Langkat melakukan upaya hukum yang mengakibatkan satu nelayan meninggal, satu hilang, dan kritis," katanya.
Menurut Boy, bentrokan terjadi sejak tiga bulan terakhir karena pukat gerandong masuk ke wilayah nelayan tradisional. Akibatnya, nelayan tradisional tak pernah mendapatkan ikan lagi. Sedangkan pukat gerandong sudah diatur tidak boleh menangkap ikan di kawasan nelayan tradisional atau minimal berjarak 20 mill dari bibir pantai.
"Pukat gerandong masuk ke wilayah kami, penghasilan jadi berkurang. Untuk sekali melaut kami harus keluar uang Rp 130 ribu, tapi untungnya hanya Rp 70.000 dibagi empat," katanya lagi.
Atas dasar kerugian inilah, puluhan nelayan Desa Perlis protes dan berniat mengusir pukat gerandong. "Secara spontan puluhan nelayan berkumpul dan menaiki 26 perahu mendemo pukat gerandong. Saat mengusir itu, nelayan malah ditabrak. Akibatnya satu rekan kami tewas, satu belum ditemukan sampai kini, dan satu masih kritis," jelasnya.
Sehari pasca kejadian, puluhan nelayan kembali berkumpul dan mendatangi Mapolresta Langkat di Kota Stabat. Tapi malah terjadi bentrok antara nelayan dan polisi dan 23 nelayan di tahan.
"Harusnya polisi pro nelayan. Kok, malah menangkap nelayan. Sampai sekarang pelaku penabrak kapal nelayan belum ditangkap," ucapnya kesal.
Herdensi Adnin, Koordinator KontraS Sumut menilai sikap Polres Langkat yang tidak mengusut tuntas tewasnya seorang nelayan, dan hilangnya satu orang nelayan adalah pembiaran dan ini adalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Kita menuntut Polres Langkat mengusut tuntas dan berlaku adil, menangkap pelaku dan segera mengadili. Polda Sumut juga harus bijak melihat persoalan ini. Jangan menjadi backing pengusaha pukat grandong," Herdensi menegaskan.