Jumat, 3 Oktober 2025

Dinas Pendidikan Dinilai Tak Tegas

(Disdikbud) Kabupaten Bandung, Juhana, akan memanggil kepala sekolah yang terbukti gurunya melakukan penjualan lembar kerja siswa (LKS)

Editor: Budi Prasetyo
zoom-inlihat foto Dinas Pendidikan Dinilai Tak Tegas
Ilustrasi LKS

* Juhana Akan Bina Guru Penjual LKS

TRIBUNNEWS.CSOREANG,  - Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Bandung, Juhana, akan memanggil kepala sekolah yang terbukti gurunya melakukan penjualan lembar kerja siswa (LKS). Apalagi jika buku itu dibikin penerbit.

"Di mana itu yang jual LKS? Nanti akan saya cek, dan panggil kepala sekolahnya untuk melakukan pembinaan kepada guru-gurunya. Sanksinya pasti ada. Hindarilah menjual LKS yang dikeluarkan penerbit," katanya kepada Tribun, Senin (28/1/2013).

Juhana mengatakan, pada prinsipnya guru atau kepala sekolah tidak boleh menjual LKS yang dikeluarkan penerbit. Seharusnya, guru membuat LKS dan itu pun tidak diperkenankan dijual.

"Saya anjurkan guru buat LKS. Jadi, anak tidak beli. Atau masternya bisa dikasih ke anak, atau difotokopi. Menurut saya, LKS yang bagus itu produk guru sendiri," ujarnya.

Dia tidak melarang kalau orang tua membeli dari luar. Namun yang dilarang itu kepala sekolah atau guru yang kemudian mengondisikan anak untuk membeli LKS dari penerbit luar.

"Kalaupun masih beredar, mungkin dibeli dari luar. Kalau anak ke Gramedia atau ke Palasari untuk membeli LKS, ya sah-sah saja. Yang tidak boleh itu kepala sekolah dan guru kalau jual LKS, terutama tingkat SD dan SMP," kata Juhana.

Dia menyarankan agar guru bikin LKS, misalnya satu lembar. Nantinya para siswa didikte dan menyiapkan buku kosong. Atau juga bisa memberikan master materi kepada para siswa.

Secara terpisah, anggota Komite Sekolah Kabupaten Bandung, Nurdin Sobari Soleh, menilai kurangnya pengawasan dan ketegasan Disdikbud menjadi penyebab terjadinya penjualan LKS di tingkat SMP. Apalagi, kata Nurdin, kasus semacam ini bukan yang pertama kali. Sebelum di SMP 1 dan 3 Rancaekek, penjualan LKS juga terjadi di SMP 1 Majalaya dan SMP 1 Ibun. Malah lebih parah, karena guru terang-terangan menjual LKS secara langsung kepada muridnya.

"Apalagi kali ini dengan modus yang cukup rapi dengan menunjuk sebuah tempat sehingga terkesan membeli di luar dan tidak ada paksaan. Namun kenyataannya ada permainan antara penerbit, pemilik tempat yang ditunjuk menjual LKS, dan oknum guru," ujar Nurdin ketika dihubungi Tribun melalui ponselnya, kemarin.

Menurut Nurdin, Disdikbud Kabupaten Bandung seharusnya mengeluarkan edaran sekaligus instruksi kepada setiap guru untuk membuat LKS. Menurut dia, hal itu merupakan solusi terbaik agar penyelewengan yang mengatasnamakan memajukan pendidikan melalui pembelian LKS tidak terjadi.

Nurdin mengatakan, banyak guru berdalih tidak melakukan paksaan kepada murid untuk membeli LKS. Namun kenyataannya guru memberikan tugas dan materi melalui LKS.

"Buat apa ada guru kalau hanya mengandalkan isi materi dan soal-soal yang ada di LKS? Berhentikan saja kalau begitu guru-guru. Lebih baik murid suruh belajar saja dari LKS tanpa perlu ada guru," kata Nurdin, yang juga Ketua Forum Orang Tua Kabupaten Bandung.

Menurut Nurdin, apa pun alasan, tujuan, dan fungsinya, pembelian LKS itu membebani orang tua. Padahal, pemerintah berkomitmen untuk memberikan pendidikan gratis sampai tingkat SMP.

"Buat apa kalau begitu dana BOS. Sementara guru-gurunya masih mencari kesempatan melakukan bisnis terselubung dengan melakukan kerja sama dengan penerbit menjual LKS di luar sekolah. Kalau memang ingin memajukan murid dengan soal-soal yang ada di LKS, seharusnya guru yang buat, jangan mengandalkan LKS. Apalagi isi LKS belum tentu sesuai dengan materi yang diajarkan," ujar Nurdin dengan tegas.

Hal senada dikatakan praktisi pendidikan dan hukum Universitas Pasundan, Anang Usman, ketika dihubungi Tribun melalui ponselnya, kemarin. Dikatakan Anang, masalah LKS yang dijualbelikan kepada anak-anak melalui penunjukan tempat itu bukan persoalan benar dan salah. Menurut dia, hal itu sudah merupakan bentuk penyelewengan.

"Disdikbud harus melakukan penyelidikan. Apalagi jika terjadi unsur pemaksaan. Harus ada sikap tegas dari Disdikbud Kabupaten Bandung, bahkan kepolisian kalau perlu," ujar Anang.

Seperti diketahui, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2008 mengatur bahwa guru dan petugas dinas pendidikan dilarang menjual LKS. Namun praktik jual-beli LKS masih marak di SMP 1 dan SMP 3 Rancaekek, Kabupaten Bandung.

Praktik penjualan LKS ini dilakukan di luar sekolah dengan menunjuk sejumlah toko lantaran adanya aturan yang melarang sekolah menjual LKS. Bahkan rumah seorang guru diduga menjadi tempat khusus pembelian LKS bagi siswa SMP 1 Rancaekek.

"Anak saya harus membeli LKS di toko yang ada di Kompleks Bumi Rancaekek Kencana dan di toko di pinggir jalan yang dekat pintu masuk kompleks tersebut," ujar Teti, bukan nama sebenarnya, orang tua siswa kelas 1 di SMPN 3 Rancaekek, ketika ditemui Tribun di kediamannya, Rabu (23/1/2013) pagi. (cis/guy)

Baca   Juga  :

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved