Minggu, 5 Oktober 2025

Pemda Miskin Kreativitas

Memiliki potensi dan sumber daya alam berlimpah, rupanya belum menjadi modal yang cukup bagi pemerintah di 14 kabupaten/kota

Editor: Budi Prasetyo

- PAD Masih Jauh Lebih Kecil daripada Dana Bantuan Pusat
- Otonomi Daerah Salah Kaprah

BANDAR LAMPUNG TRIBUN - Memiliki potensi dan sumber daya alam berlimpah, rupanya belum menjadi modal yang cukup bagi pemerintah di 14 kabupaten/kota di Provinsi Lampung untuk maju dan mandiri dalam bidang keuangan.

Betapa tidak. Hingga memasuki tahun ke-14 sejak sistem otonomi daerah diterapkan pada 1999, mayoritas pemerintah kota maupun kabupaten (pemkot/pemkab) di Bumi Ruwa nJurai masih bergantung kepada dana bantuan dari pemerintah pusat untuk menyukseskan berbagai program pembangunan.

"Mayoritas organisasi pemerintahan di Lampung tidak kreatif, terutama untuk memaksimalkan potensi pendapatan asli daerah (PAD)," kata dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Lampung Habibullah Jimad SE MSi kepada Tribun, Sabtu (5/1/2013).

Habibullah mengatakan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, tidak satu pun bupati atau wali kota yang memiliki terobosan berarti untuk memaksimalkan potensi dan sumber daya yang dapat menggenjot PAD. Minimnya kreatifitas tersebut, akhirnya bermuara pada sikap dependensi atau ketergantungan keuangan kepada pemerintah pusat.

Bentuk ketergantungan tersebut terlihat jelas dari target PAD sejumlah kabupaten/kota yang jauh lebih rendah dibandingkan penerimaan dana alokasi umum (DAU) setiap tahunnya, termasuk pada tahun 2012.

Dari data yang dikumpulkan Tribun, nampak jurang ketimpangan nilai nominal antara PAD dan dana transfer pemerintah pusat terlampau besar. Bahkan, target PAD kabupaten/kota tahun 2012 lalu, secara rerata tidak mencapai 10 persen dari total penerimaan DAU mereka pada tahun yang sama.

Misalnya, Kota Bandar Lampung menargetkan PAD sebesar Rp 289 miliar, sedangkan total DAU yang diterimanya mencapai Rp 762 miliar. Lampung Selatan, memiliki target PAD Rp 68,65 miliar atau hanya 10 persen dari total penerimaan DAU sebesar Rp 686 miliar.

Selanjutnya, Lampung Barat dan Metro memasang target PAD 2012, masing-masing senilai Rp 23 miliar dan Rp 32 miliar. Target tersebut, jauh lebih rendah dari total DAU yang mereka terima masing- masing yakni Rp 486 miliar dan Rp 330 miliar.

Kejomplangan mencolok nampak di Kabupaten Way Kanan. Daerah tersebut, hanya menargetkan Rp 12 miliar. Padahal, mereka mendapat Rp 450 miliar DAU dari Kementerian Keuangan RI.

Hal yang sama terjadi di Kabupaten Lampung Utara, Tanggamus, dan Pesawaran. Ketiga daerah itu menargetkan PAD dalam angka belasan miliar rupiah saja, tepatnya Rp 13 miliar, Rp 16 miliar, dan Rp 14 miliar. Sedangkan total DAU yang diterima bernilai ratusan miliar rupiah, yakni Rp 661 miliar, Rp 530 miliar, dan Rp 476 miliar.
Ironi juga terjadi di Kabupaten Lampung Tengah. Daerah ini, hanya menargetkan PAD sebesar Rp 45 miliar. Padahal, mereka mendapat gelontoran DAU hampir mencapai satu triliun rupiah, tepatnya Rp 954 miliar.

Jurang yang lebar antara PAD dan DAU juga terjadi di tiga daerah otonomi baru (DOB) yakni Tulangbawang Barat, Mesuji, dan Pringsewu. Pemerintah ketiga daerah, masing-masing mematok PAD senilai Rp 5 miliar, Rp 7 miliar, dan Rp 24 miliar. Target itu jauh lebih kecil dari DAU yang mereka terima, yakni Rp 323 miliar, Rp 294 miliar, dan Rp 443 miliar.
Inkompetensi Birokrasi

Menurut Habibullah Jimad, selain kepala daerah minim kreatifitas, kertergantungan keuangan kepada pusat juga disebabkan tidak kompetennya sumber daya manusia dalam birokrasi pemerintahan. "Inkompetensi birokrasi itu ditunjukkan dengan kuantitas PNS di setiap daerah yang cenderung banyak dan gemuk di setiap levelnya, tapi job description-nya tidak jelas. Manajemen organisasi seperti itu bukannya menambah, tapi justru menghabiskan banyak uang daerah," tukasnya.

Menurut Jimad, setiap pemkab/pemkot seharusnya memiliki standar kompetensi tersendiri untuk pegawainya. Dengan begitu, setiap pegawai bisa diberdayakan maksimal untuk berkreasi dan berinovasi demi meningkatkan PAD. "Seperti manajemen perusahaan swasta, mereka memiliki sejumlah standar kompetensi yang disesuaikan dengan kebutuhannya demi mendapat laba besar. Dengan begitu, pegawainya tetap sedikit sehingga menghemat pengeluaran, tapi bisa menghasilkan keuntungan maksimal," tuturnya.
Masih Sentralistik

Koordinator Maarif Institute Bandar Lampung Nur Rakhman Yusuf mengungkapkan, banyaknya daerah tak mampu mandiri disebabkan sikap pemerintah pusat yang belum sepenuhnya menerapkan otonomi daerah (otda). "Semangat otda belum sampai pada tingkat pendapatan. Kemampuan ekonomi belum menjadi pertimbangan," kata Yusuf, Sabtu (5/1/2013).

Halaman
12
Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved