Buru Bos Mal Panakukang Libatkan Intelijen Kejagung
Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Republik Indonesia Mahfud Mannan
Laporan Wartawan Tribun Timur, Rudhy
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR -- Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Republik Indonesia Mahfud Mannan meminta keseriusan pihak Kejari Makassar untuk segera menjalankan putusan MA terkait pelaksaan eksekusi dan penahanan terhadap Direktur PT Asindo Jhon Luchman dan Direktur PT Karunia Sejati Frans Tunggono.
Mantan Kajati Sulsel ini, secara tegas meminta agar pihak Kejari Makassar khususnya dalam hal ini Haruna selaku pimpinan kejaksaan, secepat mungkin berkoordinasi dengan pihak monitoring center alias Satgas Intelijen Kejagung.
Tujuannya, untuk meminta bekerjasama dalam pelaksanaan proses penahanan terhadap terpidana yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Seharusnya sejak awal sebelum putusan MA turun Kejari Makassar berkoordinasi dengan pihak Satgas Intelijen Kejagung. Memoniroting pergerakan kedua terpidana kasus penipuan dan penggelapan senilai Rp 108 miliar itu,” terang Mahfud saat ditemui di kediamannya di Jl Hertasning, kompleks gubernuran Blok E 10 Nomor 12 B, Makassar, Minggu (25/11).
“Jangan pada masa-masa kepepet seperti ini. baru ingin meminta bantuan. Karena yang malah didapatkan hanyalah kesusahan,” terangnya.
Selain Kejari Makassar diminta berkoordinasi dengan pihak Satgas Intelijen Kejagung, mantan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Kapusdiklat) Kejagung ini juga akan melibatkan pihak aparat kepolisian untuk melakukan pengejaran dimana terpidana saat ini bersembunyi.
“Kalau pihak kepolisian itu secara otomatis akan kita libatkan karena itu sudah menjadi prosedur dan tata terbib pengamanan (protap),” tandas pria berkelahiran 15 Oktober 1954 ini.
Mahfud yang juga pernah menjabat selaku Kajati Papua di Jaya Pura, menjelaskan, tujuan permintaan bantuan terhadap pihak monitoring center dilakukan lantaran kedua terpidana yang merupakan pemilik saham di mall Panakkukang, Makassar ini tidak memiliki itikad baik menghadiri serta memenuhi panggilan kejaksaan dalam pelaksanaan eksekusi.
Selain itu terpidana (Jhon Luchman dan Frans Tungguno) juga disinyalir sudah tidak lagi berada di Makassar dan di Jakarta. “Keduanya juga sudah ditetapkan sebagai DPO dan kejaksaan juga sudah mengeluarkan surat pencekalan bagi terpidana yang diyakini sudah melarikan diri dan kabur untuk menghidari pelaksanaan eksekusi,” ungkap Mahfud, mengaku, didirnya telah memanggil secara khusus Kajari Makassar Haruna mempertanyakan soal lambannya proses eksekusi bagi terpidana yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap.
Dia mengatakan, pada prinsipnya terdakwa yang terseret dalam perkara tindak pidana umum yang telah berkekuatan hukum tetap alias incra harus bahkan wajib di eksekusi.
“Kajari Makassar harus bersikap tegas, berani menerima resiko apapun itu khususnya dalam pelaksanaan eksekusi setiap terdakwa yang telah divonis bersalah oleh MA. Karena pihak Kejagung telah memberikan otoritas tersendiri bagi kejaksaan yang ada di daerah untuk melakukan proses penahanan,” terangya meminta agar seluruh pimpinan kejaksaan betul-betul serius dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum.
Terpisah, Kepala Seksi Intelijen Kejari Makassar Syahrul Juaksha yang dikonfirmasi terpisah, dalam waktu dekat pihaknya segera mungkin berkoordinasi dengan pihak Tim Satgas Intelijen Kejagung untuk mengejar kedua terpidana penipuan dan penggelapan yang mencapai ratusan miliar tersebut. \
“Karena terpidana sama sekali tidak memiliki itikad baik memenuhi panggilan sebanyak dua kali maka pihak kejaksaan akan melakukan upaya eksekusi paksa dan meminta kepada seluruh pihak kejaksaan yang ada di Indonesia untuk turut membantu pelaksaan eksekusi dimana terpidana berada,” tegas Syahrul mengaku apa yang menjadi perintah atasan mesti dan wajib dilaksanakan.
Diketahui, majelis hakim MA menjatuhkan vonis tiga tahun kurungan penjara kepada Jhon Luchman dan rekannya Frans Tunggono lantaran terbukti bersalah dalam kasus penipuan terhadap Direktur PT Roda Mas Baja Inti atas nama Jemmy Gautama dan David Gautama dengan nilai penipuan mencapai Rp 108 miliar.