Minggu, 5 Oktober 2025

Guru Harus Siap dengan Kurikulum Baru

Pasalnya, kurikulum yang ada saat ini dianggap kurang bisa menjawab permasalahan y

Editor: Budi Prasetyo
zoom-inlihat foto Guru Harus Siap dengan Kurikulum Baru
Ilustrasi Guru Mengajar

Guru Harus Siap dengan Kurikulum Baru

Laporan: Wartawan Tribun Pekanbaru / Hendra Efivanias

TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU-Rencana pemerintah merevisi kurikulum pendidikan dalam waktu dekat mendapat dukungan dari sejumlah pengamat di Provinsi Riau. Pasalnya, kurikulum yang ada saat ini dianggap kurang bisa menjawab permasalahan yang dihadapi bangsa. Yaitu masalah karakter.

Menurut pengamat pendidikan yang juga Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Riau, Isjoni kepada Tribun, Kamis (25/10/2012),  kurikulum yang diiterapkan di sekolah saat ini termasuk yang terpadat di dunia. Baik itu kurikulum yang diterapkan di tingkat SD hingga perguruan tinggi.

Diterangkan Isjoni, berubahnya kurikulum dalam dunia pendidikan bukanlah hal aneh. Bahkan menjadi kejadian yang wajar saja. Karena bagaimanapun juga, kurikulum pendidikan memang harus disesuaikan dengan eranya. "Kali ini saya melihat kurikulum pendidikan mulai didekatkan dengan pendidikan karakter," tuturnya.

Penekanan pada pendidikan karakter tersebut dianggap sebagai imbas dari riak masalah di negeri ini. Misalnya, mulai menipisnya rasa solidaritas, saling menyayangi, hormat menghormati antar warga negara. Kondisi tersebut otomatis akan bermuara pada kehidupan masyarakat. Buktinya, saat ini mulai marak terjadi kekerasan yang mengatasnamakan geng motor, tawuran pelajar serta warga dan sebagainya.

Permasalahan ini juga merupakan buah dari eforia reformasi yang terlalu bebas. Ditambah dengan semakin bebasnya pers, memungkinkan tiap orang begitu mudah mengakses informasi dari berbagai daerah. Padahal, kompetensi anak Indonesia tak kalah dengan luar negeri. Buktinya dalam olimpiade banyak juga yang menang.

Hanya saja Isjoni mengingatkan perubahan kurikulum harus diiringi dengan persiapan lanjutannya. Seperti, kesiapan tenaga pengajar, media pembelajaran, sarana dan prasarana hingga perangkat teknologi informasi. "Jadi efek penunjangnya jangan sampai tak dipikirkan," tuturnya.

Rektor Universitas Muhammadiyah Riau, Prof M Diah juga menyampaikan rasa setujunya atas perubahan kurikulum. Apalagi jika kurikulum saat ini ditekankan pada pendidikan karakter. Mantan Rektor Universitas Riau ini juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas guru untuk menunjang kurikulum baru itu nantinya.

Saat ditanyai Tribun, Diah mengaku setuju jika pelajaran Bahasa Inggris tidak diwajibkan dipelajari di tingkat SD. Dari sisi patriotisme, langkah ini sangat penting untuk memaksimalkan dorongan pada anak agar memiliki rasa cinta pada Bahasa Indonesia. Apalagi beberapa tahun terakhir,  kurangperhatiannya sekolah pada Bahasa Indonesia kerap menjadi sumber masalah.

Buktinya, generasi muda kerap mencampuradukkan Bahasa Indonesia dengan Inggris. Bahkan terkadang siswa tidak memahami bagaimana pengucapan bahasa Indonesia yang baik.

Meski demikian, Diah menginginkan agar bahasa Inggris tetap menjadi mata pelajaran utama di tingkat SMP dan SMA sederajad. Namun, metode mengajarnya harus berbeda. "Cara mengajar mestinya tidak menekankan pada pengetahuan kognitif tapi praktek dan keterampilan bahasanya," kata Diah.

Diah juga sepaham dengan Isjoni terkait kurikulum pendidikan di Indonesia yang terlampau padat. Terutama untuk tingkat SD.

Menurutnya, lebih baik jika siswa mempelajari keterampilan yang diperlukan agar ia mampu mandiri. Misalnya dengan program membaca menulis dan berhitung yang pernah diterapkan untuk siswa SD dulu.

Hanya saja, realisasi pelaksanaan program ini berkemungkinan akan terbentur pada kondisi guru yang menerapkan kurikulum tersebut. Karena hal ini menimbulkan banyak perubahan. Sementara guru belum begitu mahir dengan standar kurikulum yang mestinya dia ikuti.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved