Apel Impor Matikan Apel Malang
"Kami tidak bisa berbuat apa-apa, yang bisa mencegah adalah pemerintah," kata Edi.
TRIBUNNEWS.COM,MALANG- Beberapa petani apel di Kota Malang dan Batu mengeluhkan maraknya apel impor yang masuk ke Indonesia.
Keluhan itu mereka sampaikan ketika mengikuti sosialisasi tindakan pengamanan perdagangan oleh Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) di Hotel Aria Gajayana, Rabu (24/10/2012).
Edi Suprapto, petani apel Dusun Junggo Desa Bumiaji mengatakan, sejak maraknya apel import ke Indonesia, penjualan apelnya turun. Hal itu sudah dia rasakan sejak 10 tahun lalu.
"Kami tidak bisa berbuat apa-apa, yang bisa mencegah adalah pemerintah," kata Edi.
Menurunnya daya jual apel Batu membuat Edi terpaksa mengurangi jumlah produksinya. Apalagi biaya produksi apel pun cukup tinggi. Satu hektare lahan apel dibutuhkan biaya produksi sekitar Rp 15-20 juta.
Dari 10 hektar lahan pertaniannya, hanya 1,5 hektare saja yang ditanami apel.
"Lainnya saya tanami sayur saja karena lebih menguntungkan daripada menanam apel," urainya.
Nurul Rini, petani apel lainnya mengutarakan hal senada. Masuknya apel impor telah membunuh semangatnya menjadi petani apel. "Saya sudah beralih menjadi petani sayur. Apel sudah saya tinggalkan beberapa tahun lalu," kata Nurul.
Olivia Rini, Kepala Bidang tindakan pengamanan KPPI Pusat membenarkan apabila apel import sudah merajai ke Indonesia. Apel import datang dari Cina dan Amerika.
Selain apel, produsen lokal juga terancam merugi seperti anyaman tikar, metanol, pelat dan lembaran.
"Karena itu kami melakukan sosialisasi ini untuk mengukur seberapa besar kerugian akibat datangnya barang-barang impor itu," kata Olivia.
Salah satu cara yang bisa dilakukan KPPI yakni dengan menaikkan tarif bea masuk. Pada umumnya, tarif bea masuk produk-produk impor itu berkisar 5-10 dari harga produk per kilogramnya.
"Nantinya, berapa kenaikannya tarif bea masuk akan kami lihat tingkat kerugiannya dulu. Karena itu kami butuh data-data kerugian dari pelaku usaha dulu," tutur Olivia.