Dua Staf Komisi E Cairkan Dana Bansos Rp 3,4 Miliar
Dua staf komisi E DPRD Sulsel secara terang-terangan membeberkan mencairkan dana bansos senilai Rp 3,4 miliar 2008 silam di Bank Sulselbar
Laporan Wartawan Tribun TimurRudhy
TRIBUNNEWS.COM MAKASSAR, – Dua staf komisi E DPRD Sulsel secara terang-terangan membeberkan mencairkan dana bansos senilai Rp 3,4 miliar 2008 silam di Bank Sulselbar berdasarkan perintah tujuh anggota DPRD Sulsel baik yang aktif maupun sudah tidak menjabat lagi.
Keterangan akan keterlibatan sejumlah legislator dari berbagai latar belakang partai yang diduga ikut mencicipi dana bansos yang ditaksir merugikan keuangan negara senilai Rp 8,8 miliar 2008 silam disampaikan langsung Nasrudin dan Yusriadi Yunus kala menjadi saksi pada sidang lanjutan yang bergulir di Pengadilan Tipikor Makassar, Selasa (26/6).
Berdasarkan keterangan Nasrudin yang pernah bekerja sebagai clening servis di DPRD Sulsel, adapaun nama-nama yang diduga ikut menerima dana bansos berdasarkan pencairan yang dilakukannya adalah politisi Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) Adil Patu, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Buhari Kahhar Mudzakkar, politisi Partai Golkar Madjid Tahir, La Kama Wiyaka, Ruslan dan Ambas Syam, serta politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Alimuddin.
Dihadapan ketua majelis hakim Zulfahmi didampingi Muhammad Damis dan Rostansar selaku hakim anggota secara rinci Nasrudin menjelaskan pencairan dana bansos senilai Rp 1,6 miliar di Bank Pemerintah Daerah (BPD) atas perintah ketujuh politisi tersebut yang rata-rata duduk di komisi E.
“Total dana sebesar Rp 1,6 miliar itu saya cairkan berdasarkan dari 17 lembar cek yang saya terima dari Bendahara Pengeluaran Kas Daerah melalui staf Anwar Beddu yakni Retno,” tegas Nasrudin.
Dia juga mengakui dari 17 lembar cek tersebut, satu diantaranya dicairkan atas perintah Kepala Sub Bagian Anggaran Biro Keuangan Pemprov Sulsel Nurlina sebesar Rp 585 juta.
Bahkan dirinya juga mencairkan dana senilai Rp 100 juta atas nama Kahar Gani. “Namun uangnya diserahkan kepada Adil Patu setelah proses pencairan dilakukan,” tambahnya sembari mengatakan setiap pencairan cek dilakukan dirinya seringkali mendapat imbalan senilai Rp 200 ribu dari anggota dewan yang menyuruhnya.
Berdasarkan pengakuannya dihadapan persidangan, pria yang megnenakan kemeja kecoklatan dibalut dengan celana hitam ini mengatakan, setiap dirinya mendapatkan perintah dari para anggota dewan, dirinya langsung menghadap ke Nurlina untuk mendapatkan kuwitansi. Dan kemudian menghadap ke terdakwa untuk memperoleh cek agar dapat mencairkan dana bansos milik legislator.
“Yang pasti dalam kuwitansi tersebut baik Pak Sekda maupun Kepala Biro dan penerima bansos sudah membubuhkan tandatangannya,” terangnya.
Nashruddin yang merupakan saksi ke-30 dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor ini juga mengakui, kalau dia pernah menandatangani nota pengembalian dana bansos atas nama anggota DPRD Sulsel periode 2008.
Nasrudin mengakui menandatangani 120 berita acara pengembalian dana bansos, diantaranya 101 berita acara atas nama politisi Partai Golkar Yaqkin Padjalangi, satu berita acara pengembalian atas nama Ketua DPRD Sulsel Muh. Roem, dan atas nama Adil Patu.
Berdasarka data yang dimiliki Tribun menyebutkan, dari 101 nota pengembalian atas nama Yaqkin Padjalangi tersebut nilainya mencapai Rp3,9 miliar. Selain itu, Nashruddin yang hingga kini masih berstatus sebagai pegawai lepas di DPRD Sulsel, juga mengaku kalau dia pernah mencairkan cek milik anggota Dewan yang diserahkan oleh Syamsuddin Hamid yang kini merupakan staf di Fraksi Partai Golkar.
Sementara kesaksian Yusriadi Yunus yang pada tahun 2009 lalu juga merupakan cleaning service di Kantor DPRD Sulsel mengaku mencairkan 19 lembar cek di Bank Sulselbar, dengan nilai yang bombastis yakni Rp1,8 miliar lebih.
Akan tetapi berbeda dengan Nashruddin, Yusriadi mengaku mencairkan cek milik anggota Dewan tersebut atas permintaan dari Syamsuddin Wahab dan Djalal yang keduanya juga merupakan kurir dewan.
Pernyataan Yusriadi tersebut menjadi perhatian tim panesehat hukum terdakwa Anwar Beddu, pasalnya Syamsuddin Wahab pada keterangannya dihadapan persidangan hanya mengaku pernah mengambil dan mencairkan satu lembar cek di Bank Sulselbar atas perintah anggota Dewan Tadjuddin Idrus (almarhum).
“Seharusnya jaksa bisa menghadirkan beberapa anggota dewan di persidangan, agar dapat dikonfrontir keterangannya dengan kurir,” pinta Asmaun Abbas kepada majelis hakim.
Disisi lain, Asmaun Abbas juga mendesak pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar segera memperjelas status dari Kepala Sub Bagian Anggaran Biro Keuangan Pemprov Sulsel Nurlina, karena dari kesaksian sejumlah staf baik di DPRD, lingkup Biro Kesejahteraan, Agama dan Pemberdayaan Perempuan (KAPP) dan Biro Keuangan serta saksi dari Bank Sulselbar, peran Nurlina sangat vital dalam persetujuan pencairan anggaran serta menjadi penjamin pencairan di Bank Sulselbar.
“Sebenarnya tidak ada alasan pihak kejaksaan untuk menetapkan tersangka baru dalam kasus ini karena sudah sangat jelas siapa yang sebenarnya berperan penting. Dalam BAP kan sudah sangat teras, namun kami tidak tahu apa motif penyidik kejaksaan tidak menetapkan satupun tersangka baru,” tegas Asmaun yang juga merupakan Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Makassar.
Sementara itu, majelis hakim menegaskan setelah pemeriksaan saksi-saksi di persidangan, semua saksi harus bisa mempertahankan keterangannya, termasuk penyebutan sejumlah nama legislator yang menjadi penerima dana bansos tersebut.
Pasalnya, pada pemeriksaan legislator nantinya majelis hakim meyakini kalau semuanya akan menyangkal keterangan saksi.
"Ini akan menjadi berdebatan panjang di persidangan setelah para anggota dewan dihadirkan sebagai saksi. Dan secara otomatis para pesuruh ini (anggota dewan) menyangkal apa yang menjadi kesaksian para kurir,” terang Zulfahmi meminta agar jaksa segera mungkin menghadirkan pihak-pihak dari dewan yang diduga ikut mencicipi dana bansos.
Berdasarkan pantuan Tribun, selain kedua staf Komisi E DPRD Sulel ini yang dihadirkan sebagai saksi, jaksa penuntut umum (JPU) Muhammad Yusuf Putra dan Grefik juga ikut menghadirkan dua saksi lainnya. Keduanya adalah Husriani staf di Biro Keuangan Pemprov Sulsel dan Fahruddin yang merupakan staf dibagian Bendahara Pengeluaran Kas Daerah (BPKD) Pemprov Sulsel.
Mendengar keterangan para saksi, majelis hakim terpaksa mengetuk palu sidang sebanyak tiga kali petanda proses persidangan kasus yang menyeret Anwar Beddu sebagai terdakwa dilanjutkan 29 Juni mendatang. (rud)