KPK Ultimatum Kejati Selesaikan Kasus Terbengkalai
KPK mengultimatum pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan untuk secepat mungkin menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana korups
Laporan Wartawan Tribun Timur Rudhy
TRIBUNNEWS.COM MAKASSAR, – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan untuk secepat mungkin menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana korupsi yang dinilai terbengkalai dalam hal pengusutan.
Hal ini ditegskan ketua tim koordinasi supervise KPK Didik Prakoso didampingi tujuh penyidik KPK lainnya usai membedah 10 dugaan kasus-kasus korupsi yang dinilai belum dapat dituntaskan pada tingkatan penyelidikan dan penyidikannya.
“Kedatangan tim supervisi KPK untuk memberikan peringatan serta saran terhadap pihak kejaksaan agar penanganan kasus-kasus korupsi dapat segera diselesaikan atau paling tidak dilimpahkan ke pengadilan untuk proses hukum selanjutnya,” tegas Didik kepada awak media di kantor Kejati Sulsel, Rabu (20/6).
Menurutnya, gelar supervisi yang dilakukan di kejaksaan selama dua hari. Mulai 19-20 Juni hari ini lantaran pihak KPK menilai kinerja penyidik kejaksaan selama dalam melakukan penyelidikan serta penyidikan terhadap sejumlah perkara korupsi dianggap masih minim alias belum memenuhi standar kualifikasi.
Kendati pihak penindakan di KPK ini turun langsung membedah kasus korupsi yang mengendap di Kejati, namun Didik yang didampingi Sutoyo, anggota tim penyidik KPK dari Mabes Polri ini enggan menyebutkan secara rinci 10 kasus yang dibedahnya itu.
“Memang betul, ada 10 kasus korupsi yang kami supervisi. Namun kami tidak bisa menyebutkan secara satu persatu kasus tersebut. Tapi kasus bansos dan CCC juga ikut kami bedah, ” tambah Sutoyo senada dengan Didik sembari meninggalkan kantor Kejati Sulsel dengan mengendarai mobil Toyota Kijang Innova berplat kode F.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Tribun di kejaksaan, adapun 10 perkara korupsi yang disupervisi KPK. Diantaranya adalah dugaan tindak pidana korupsi penyelewengan dan penyalahgunaan dana anggaran bantuan sosial (bansos) yang ditaksir telah merugikan keuangan negara senilai Rp 8,8 miliar 2008 silam serta kasus korupsi pembebasan lahan seluas 6 hektare di Jl Daeng Patompo Metro Tanjung Bungan Makassar yang telah merugikan keuangan negara senilai Rp 3,4 miliar 2005 silam.
Diketahui, kedua kasus tersebut sebagian besar menyeret para pejabat teras Pemprov Sulsel seperti Bendahara Pengeluaran Kas Daerah (BPKD) Sulsel Anwar Beddu sebagai terdakwa kasus bansos dan mantan Asisten IV Bidang Administrasi Pemprov Sulsel Sidik Salam yang pernah menjadi terdakwa kasus CCC.
Tak hanya dua kasus yang menjadi perhatian publik itu ikut dibedah, melainkan beberapa kasus lainnya seperti kasus dugaan korupsi senilai Rp 100 miliar pada peningkatan mutu tiga pabrik gula PTPN XIV di Kabupaten Takalar dan Bone 2007 silam serta kasus korupsi pengadaan dan pemeliharaan interior dan halaman Bandara Internasional Hasanuddin Makassar yang ditaksir merugikan negara belasan miliar.
Bahkan kasus pembangunan pelabuhan di kawasan Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) di Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya, Makassar yang ditaksir menelan anggaran puluhan miliar rupiah juga ikut disupervisi.
Namun saat didesak pihak KPK menyangkut kasus-kasus korupsi yang diperioritaskan untuk diambil alih proses penanganannya di Kejati, Didik mengaku sampai hari ini belum ada yang patut diambil alih proses penyelidikan dan penyidikannya.
“Tapi KPK siap mengambil alih kasus-kasus kelas “kakap” yang dianggap pihak kejaksaan tidak mampu diselesaikan,” tambahnya.
Sementara Kajati Sulsel Fietra Sany yang dikonfirmasi terpisah membantah pihak KPK mengambil alih beberapa perkara korupsi yang dianggap terbengkalai dalam proses pengusutannya.
“Ah, tidak ada yang kami sedorkan perkara korupsi atapuun yang diambil alih KPK. Tapi kejaksaan sangat terbuka jika KPK berniat mengambil alih kasus bansos dan CCC,” terang Fietra mengaku jika kasus tersebut sangat kental dengan nuansa politik.