Selasa, 7 Oktober 2025

Markus Pajak

Lagi, Pejabat Pajak Ditangkap

Kepala Seksi (Kasi) Penagihan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Rungkut, Edwin

Editor: Anton

Penangkapan kedua tersangka itu berlangsung di kantornya, Senin (19/4) siang. Namun, petugas merahasiakan penangkapan untuk kepentingan penyidikan selanjutnya. Akhirnya, penangkapan itu akhirnya bocor juga ke telinga wartawan, Selasa (20/4). Pascapenangkapan, Edwin dan Dino Arnanta diserahkan ke penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polwiltabes Surabaya karena penanganannya lebih difokuskan ke perkara korupsi.

Cara penanganannya pun berbeda dengan para tersangka yang ditangkap sebelumnya. Sembilan tersangka yang ditangkap Maret lalu dijerat Pasal 372 KUHP (penggelapan) dan Pasal 263 KUHP (pemalsuan dokumen). Mereka masing-masing Fatchan, 45, warga Jl Medayu Utara XIII, Iwan Rosyidi, 28, warga Jl Tropodo I, Waru, Sidoarjo, M Mutarozikin, 33, warga Jl Mutiara Blok 63 GKB, Driyorejo, Gresik. Selain itu, Gatot Budi Sambodo, 42, warga Jl Dinoyo Langgar, Surabaya, Herlius Widhia Kembara, 26, warga Jl Gunung Anyar V, Totok Suratman, 37, warga Jl Kalidami, Surabaya, M Soni, 35, warga Kendangsari XI, dan Siswanto, 35, warga Jl Taman Pondok Legi IV, Waru, Sidoarjo, serta Enang Yahyo Untoro, 38, Jl Simo Gunung IV.

Pascapenangkapan, Kasat Reskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo tidak bisa memberi keterangan banyak. Alasannya, perkara yang ditangani masih butuh pemeriksaan lanjutan.

Ketika ditanya, Kapolwiltabes Surabaya Kombes Pol Drs Ike Edwin juga menjawab kurang fokus. “Memang benar dua orang ditangkap dan kini masih dikembangkan penyidikannya,” jelasnya.

Apakah keduanya ditetapkan sebagai tersangka? tanya Surya. “Kalau saya bicara tersangka dua hari kemudian sudah ditahan. Terus bagaimana. Pokoknya dua hari ke depan akan dibeber lagi,” janjinya.

Menurut sumber di kepolisian, peran Edwin dan Dino serta Suhertanto dalam penggelapan pajak cukup vital. Mereka layaknya sebagai sindikat karena perannya berbeda-beda. Edwin sebagai Kasi Penagihan bisa mengatur irama “permainan pajak” yang diinginkan wajib pajak. Misalnya, wajib pajak harus membayar Rp 1 miliar, tapi lewat Edwin bisa dinego menjadi Rp 300 juta, dan celakanya uang juga tidak masuk ke kas negara..

Sedangkan Suhertanto yang menjadi juru sita, berperan sebagai penghubung ke Dino yang fasih dalam bidang teknologi informasi (TI). Di sini Suhertanto mendapat bagian Rp 50 juta dari nilai Rp 300 juta dan Dino mendapat bagian Rp 20 juta sampai Rp 30 juta. Peran Dino sendiri adalah menulis, mengganti dan menghapus nama WP yang tertera secara online.

“Tanpa peran Dino, mereka tidak bisa apa-apa. Mereka itu satu mata rantai dan saling membutuhkan,” ujar sumber di kepolisian.

Dalam kurun lima tahun, kasus sindikat pajak seperti yang dibongkar Satpidum Reskrim Polwiltabes Surabaya itu, mencapai 351 buah. Uang yang dikantongi oleh sindikat ini diperkirakan mencapai Rp 350 miliar.

Terbongkarnya sindikat ini berawal dari laporan Devid Sentono, Direktur PT Putra Mapan di Kompleks Ruko Mangga Dua Blok B, Surabaya, yang mengaku sudah membayar pajak namun ternyata masih ditagih. Ternyata surat setoran pajaknya (SSP) telah dipalsukan sampai sebanyak 34 lembar atau senilai Rp 934 juta. Dari laporan tersebut, sindikat yang dimotori Siswanto terbongkar.

Siswanto adalah pelaku lama yang pernah ditangkap Reskrim Ekonomi Polwiltabes Surabaya tahun 2000. Pria yang pernah bekerja sebagai petugas cleaning service di Kanwil Ditjen Pajak I itu, bertugas mencetak SSP dan pengisiannya. Bahkan tersangka Siswanto memiliki stempel palsu Bank Jatim dan kantor pajak, sehingga rumahnya seperti kantor bank dan kantor pajak.

Tudingan lemahnya sistem teknologi informasi (TI) digunakan dalam data base wajib pajak dibantah oleh Kepala Kanwil DJP Jatim I, Ken Dwijugiasteadi.

“Sistem data base tidak bisa dibobol, karena intranetnya sentral dari Jakarta. Modus penipuan mereka itu dilakukan dengan cara meng-copy-paste data wajib pajak kemudian memindahkannya dalam format MS Excel. Sedangkan data base wajib pajak yang sebenarnya bukan dalam format MS Excel,” tegasnya di sela sidak Komite Pengawas Perpajakan di Gedung Kanwil DJP Jatim I di Jalan Jagir Surabaya, Selasa (20/4).

Terkait larangan Kanwil DJP Jatim I terhadap upaya Polwiltabes meminta data wajib pajak, Ken mengaku aturannya memang harus ada persetujuan dari Menteri Keuangan untuk bisa memberikan data wajib pajak .

“Kalau saya memberikan data wajib pajak tanpa ada persetujuan dari Menkeu berarti saya melanggar Pasal 34 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tentang Rahasia Jabatan. Saya bisa dikenai ancaman hukuman dua tahun penjara,” elaknya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved