Mudik Lebaran 2019
Apakah Mudik atau Pulang Kampung Ada di Zaman Rasulullah? Simak Penjelasannya
Berikut penjelasan mengenai ada tidaknya mudik atau pulang kampung di zaman Rasulullah.
Terjemahan, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa."
Baca: Kerukunan Antar Umat Beragama, Tradisi Buka Puasa Bersama di Vihara Jakarta
Baca: Tata Cara Mengqadha atau Membayar Utang Puasa Lengkap dengan Penjelasannya
"Menuju ampunan Allah itu bersegera. Bersegera itu tidak menunda hingga 1 Syawal, tetapi kapanpun dan dimanapun kita berbuat salah maka saat itu kita harus saling memaafkan," tutur Baidi.
Baidi melanjutkan, inti dari mudik adalah membangun silaturahmi.
Silaturahim berasal dari bahasa Arab, ‘sillah ar-rahim’.
Shillah artinya hubungan, dan rahim adalah kasih sayang.
Jadi, melalui mudik, umat Muslim membuktikan, mewujudkan, mengaktualisasikan, bahwa para saudara di kampung halaman maupun di perantauan masih diikat oleh rasa kasih sayang.
Ikatan tersebut baik atas dasar keturunan, atau sesama umat beragama Islam.
Hal ini pun dipandang baik oleh Baidi.
Namun, Baidi menerangkan, terkadang persoalan di tengah masyarakat adalah serentaknya waktu mudik yang menimbulkan kemacetan.
Sementara itu, Baidi juga menerangkan bahwa menurut beberapa literatur dan perbandingan berbagai peradaban atau mungkin agama lain, tradisi mudik tidak hanya dimiliki umat Islam.
Tradisi pulang kampung juga terjadi saat Tahun Baru Imlek di Tiongkok.
Baca: Mudik Lebaran 2019, One Way di Tol Jakarta-Cikampek Mulai Diterapkan Hari Ini, Catat Waktunya!
Baca: Rp 100 Miliar Dianggarkan untuk Mudik Mudik Gratis Bareng BUMN 2019 Hari Ini
Tiongkok dipandang luar biasa dalam menyambut Tahun Baru Imlek.
"Mobilisasi rakyat China untuk kembali ke kampung untuk bertemu keluarga sangat besar. Tradisi pulang kampung mungkin juga dapat ditemukan di negara lain," tutup Baidi.
(Tribunnews.com/Citra Anastasia)