Ramadan 2018
Ramadan dan Kerukunan Umat
Perbedaan tidak seharusnya menjadi pemicu konflik, karena disitulah Allah SWT memberi anugerah kepada bangsa ini agar satu sama lain saling mengenal.
Jika Ramadan hanya berefek pada individu berarti masih berfungsi sangat minimalis, sementara target utamanya adalah manfaat maksimalis, manfaat pada ruang kemanusiaan dan kealaman.
Manfaat maksimalis Ramadan ini harus benar-benar menjadi titik tekan agar agama mampu "mencreate" individu dan sosial secara lebih komprehensif.
Pesan agung dari puncak Ramadan adalah cairnya kesalehan sosial dalam bentuk empati kepada sesama yang lemah (dhuafa).
Dhu'afa secara lebih luas dapat dimaknai sebagai kalangan lemah secara sosial yang membutuhkan perlindungan, yang bisa juga masuk kaum minoritas yang sering mendapatkan diskriminasi atau tekanan.
Baca: Ditolak Ceramah di UGM, Fahri Hamzah: Bukan Zamannya Melarang Orang Bicara
Karena itu, dengan datangnya Ramadan ini diharapkan dapat menumbuhkan sikap dan perilaku empatik kepada semua elemen bangsa agar tidak terjadi saling benci dan kekerasan yang tidak diajarkan oleh semua agama.
Kita ketahui bersama bahwa kehidupan (kerukunan) umat beragama kita saat ini sedang mendapatkan cobaan lagi, dimana telah terjadi pengeboman di rumah-rumah ibadah yang sangat mengkhawatirkan di Jawa Timur.
Sebelumnya, kita juga saksikan ada upaya-upaya serangan kepada para tokoh agama yang sempat menimbulkan reaksi-reaksi yang kurang proporsional.
Ini menandakan bahwa ancaman tindak terorisme dalam segala bentuknya masih terjadi.
Karena, suka tidak suka, masih ada sebagian kelompok umat beragama yang "membajak" agamanya untuk menjustifikasi sikap dan tindakannya menyakiti orang lain.
Oleh karena itu, bulan suci Ramadan bisa dijadikan momentum bagi kita untuk menggali makna kerukunan sejati, baik pada internal maupun eksternal umat beragama.
Ibadah puasa mengandung makna yang luas agar kita memiliki "sense" dan kendali saat perbedaan-perbedaan akan memunculkan konflik.
Filosofi "al-imsak" atau menahan dari semua hal yang merusak dapat dijadikan ladang bagi pendidikan jiwa, tak terkecuali dalam membangun relasi dengan orang lain.
Ramadan memiliki watak khas yang mampu mendorong kita untuk menundukkan kepala, menumbuhkan empati dan respek bagi sesama.
Semoga Ramadan tahun ini mampu menguatkan kita sebagai bangsa yang bisa mengelola segala perbedaan. Wallahu a'lam.