Ramadan 2018
Ramadan dan Kerukunan Umat
Perbedaan tidak seharusnya menjadi pemicu konflik, karena disitulah Allah SWT memberi anugerah kepada bangsa ini agar satu sama lain saling mengenal.
Dr. KH. Cholil Nafis, Lc, MA
Ketua Komisi Dakwah MUI
TEMA soal kerukunan mungkin sudah banyak diulas di berbagai media, mengingat negeri kita adalah negeri yang majemuk.
Perbedaan-perbedaan tidak seharusnya menjadi pemicu konflik, karena disitulah Allah SWT memberi anugerah kepada bangsa ini agar satu sama lain saling mengenal.
Dalam QS: Al-Hujurat: 13, yang artinya:
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".(Qs. al-Hujurat: 13)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa keragaman sesungguhnya menjadi kekuatan.
Dengan perbedaan-perbedaan bisa saling mengisi kekurangan.
Namun kuncinya harus saling kenal terlebih dahulu lalu melakukan kerja sama.
Bulan suci Ramadan adalah bulan yang penuh rahmat dan ampunan.
Ini merupakan momentum yang sangat baik, karena kita dapat menempa diri kita selama sebulan penuh, siang dan malam, dengan berbagai amal shaleh yang dijanjikan pahala berlipat, seperti puasa, salat, sedekah, silaturahim, tafakkur, tahannuts, dan lain-lain.
Baca: Pemuda yang Ancam Menembak Jokowi Tak akan Menjalani Proses Pidana
Kesempatan mulia setahun sekali ini memang sengaja Allah berikan agar setiap umat Islam memiliki momen agung, baik dalam bentuk internalisasi nilai-nilai ketuhanan maupun nilai-nilai kemanusiaan secara lebih utuh.
Datangnya bulan Ramadan tidak bisa dipahami secara parsial dan memandangnya dari kemasan permukaannya saja.
Meski pada bulan ini lebih banyak menekankan pada penempaan spiritual, akan tetapi sasarannya mencakup seluruh kepentingan hidup umat Islam, bahkan kepada umat-umat yang lain.
Pengejawantahan nilai-nilai Ramadan harus lebih luas, bukan memfasilitasi kesalehan individual, akan tetapi juga kesalehan sosial.
Saat berpuasa dimana kerahasiaan hanya diketahui oleh yang melaksanakan (shaim) dan Tuhan, namun efek sosialnya harus benar-benar dirasakan oleh orang lain (lingkungannya).