Empat Macam Ayat Tuhan
SATU jalan untuk menelusuri jejak kehadiran dan karya Tuhan adalah melalui Kitab Suci (kitabiyah). Bagi umat Islam tentu saja Alqur'an.
Editor:
Anita K Wardhani
Oleh Komaruddin Hidayat
Rektor UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta
SATU jalan untuk menelusuri jejak kehadiran dan karya Tuhan adalah melalui Kitab Suci (kitabiyah).
Bagi umat Islam tentu saja Alqur'an. Namun Alqur'an sendiri menunjuk paling tidak ada tiga macam ayat-ayat Tuhan yang mesti dibaca dan dikaji.
Ayat tersebut yaitu ayat-ayat kauniyah, berupa hamparan alam semesta ini. Keindahan dan kebesaran semesta ini merupakan tanda-tanda keindahan dan kebesaran Sang Penciptanya.
Lainnya lagi Alqur'an juga menyatakan ayat Tuhan itu tertulis dalam diri manusia (nafsiyah) yang kadang disebut mikro kosmos atau jagad cilik.
Dalam diri manusia terdapat keunikan luar biasa, yang tak pernah habis-habisnya digali oleh berbagai disiplin ilmu.
Puluhan ilmu pengetahuan menempatkan manusia sebagai obyek kajiannya, dan selalu saja berkembang dari waktu ke waktu serta memperolah temuan baru, khususnya dalam bidang neurologi dan biomolekuler.
Satu lagi ayat-ayat kebesaran Tuhan yang terlihat dalam peristiwa-peristiwa sejarah (tarikhiyah).
Berulangkali Alqur'an menyuruh umat Islam agar mempelajari sejarah untuk mengetahui perjalanan pasang-surut sebuah bangsa. Kekuasaan Allah akan terlihat dalam peristiwa-peristiwa sejarah bagi mereka yang mempelajarinya dengan melibatkan mata hati (bashirah).
Keempat macam ayat-ayat Tuhan itu saling menafsirkan, menjelaskan, dan menguatkan, satu terhadap yang lain.
Di situlah satu di antara keunikan Alqur'an, yang minta umat Islam tidak berhenti membaca lembaran-lembaran Alqur'an, melainkan juga mempelajari sains yang tertsimpan dan tertulis di alam semesta untuk membuka dan mengetahui pesan dan kebenaran ayat-ayat ketabiyah, kauniyah, nafsiyah dan tarikhiyah.
Dengan demikian bagi umat Islam tak ada hambatan mencari ilmu pengetahuan di manapun dan kepada siapapun karena semua ilmu itu sumbernya dari Allah.
Kalaupun terjadi konflik antara bangsa dan umat beragama, biasanya bukan bersumber dari ilmu pengetahuan, tetapi dari dahaga dan ambisi politik serta kekuasaan.
Bagi mereka yang mendalami ilmu kedokteran dan Alqur'an, akan sangat mudah mempertemukan atau mengintegrasikan statemen kitab suci dan proses kejadian dan pertumbuhan janin. Bahkan belakangan ini ditemukan data kuantitatif yang parallel antara jumlah kata daratan dan lautan dalam Alqur'an, berbanding sama dengan luasnya lautan dan daratan pada planet bumi ini.
Atau pernyataan Alqur'an bahwa di dalam lautan terdapat pulung dengan air tawar yang jernih dan segar, membuat beberapa peneliti terkaget-kaget, bagaimana bisa Alqur'an yang terhimpun di abad ke-6 dan Muhammad saw yang hidup di padang pasir mampu membuat pernyataan demikian.
Demikianlah, kemukjizatan Alqur'an sebagai kitab tertulis memang merupakan konsumsi dan obyek penalaran, bukannya mukjizat yang menantang penglihatan sebagaimana mukjizat para Rasul sebelumnya. Konsekuensi dari mukjizat kitabiyah adalah mendorong riset dan tafsiran atas kehendak Tuhan yang tersimpan di dalam teks.