Pilpres 2019
Kubu 02 Minta Saksi Sengketa Pilpres 2019 Dilindungi, Wiranto: Boleh Saja Kalau Diizinkan UU
Wiranto tidak mempermasalahkan bila tim kuasa hukum Prabowo-Sandi meminta Mahkamah Konstitusi menjamin keamanan saksi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM, Wiranto tidak mempermasalahkan bila tim kuasa hukum Prabowo-Sandi meminta Mahkamah Konstitusi menjamin keamanan saksi yang akan dihadirkan dalam sidang sengketa Pilpres 2019.
"Ya boleh-boleh saja, kalau diizinkan Undang-Undang, tidak masalah," ujar Wiranto, Senin (17/6/2019) di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta.
Diketahui tim kuasa Hukum Prabowo-Sandi sudah melakukan konsultasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait jaminan keamanan para saksi
Kuasa hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, mengatakan pihaknya akan menyerahkan surat hasil konsulitasi tersebut kepada Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (18/6/2019).
Baca: Kini Bocah Obesitas Asal Karawang Mampu Atur Sendiri Porsi Makannya
Baca: Walau Telah Merintih Kesakitan, Pelaku Tetap Lanjutkan Menyodomi Korbannya
Hal tersebut dilakukan karena berdasarkan jadwal, Rabu (19/6/2019) persidangan sengketa Pilpres 2019 di MK sudah masuk dalam tahap pemeriksaan saksi.
"Karena hari Rabu sudah pemeriksaan saksi. Mudah-mudahan besok surat hasil konsultasi kita dengan LPSK akan kita serahkan ke MK. Karena ada beberapa opsi dari hasil konsultasi itu. InsyaAllah akan kami sampaikan dalam persidangan besok," kata Bambang Widjojanto di Gedung Mahkamah Konsitusi, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2019).
Bambang Widjojanto menjelaskan, dari hasil konsultasinya dengan LPSK, pihaknya mengetahui bahwa LPSK pernah punya pengalaman untuk menjamin keselamatan saksi yang memberi keterangan dalam persidangan dengan sejumlah cara.
Bambang mengatakan, cara-cara tersebut mulai dari pemberian keterangan lewat teleconference, videoconference, bahkan menghadirkan saksi di persidangan dengan menggunakan tirai penutup.
Baca: Bagaimana Pevita Pearce Merefleksikan Perempuan Belu di Film Rumah Merah Putih?
Baca: Harga Tiket Pesawat Mahal, BPS Catat Okupansi Hotel Turun 3,5 Persen
"Hasil konsultasinya, tanpa menyebut isi suratnya. LPSK ternyata pernah punya pengalaman untuk melakukan teleconference atau videoconference. Bahkan LPSK juga punya pengalaman memeriksa saksi dalam sebuah tirai. Jadi mukanya tidak kelihatan. Tapi identitasnya pasti juga harus dikorscek juga," kata Bambang.
Ia pun mengatakan, keterbatasan LPSK adalah hanya bisa menangani saksi dan korban tindak pidana dalam kasus pidana.
Meski demikian, menurutnya jika hal itu merujuk pada konsitusi yakni Undang-Undang Dasar 1945 maka setiap warga negara harus dilindungi keselamatannya.
Ia pun berharap MK bisa membuat terobosan terkait hal itu.
"Kalau LPSK keterbatasannya dia hanya menangani saksi dan korban di tindak pidana, tapi di Konsitusi itu lebih luas lagi. Siapapun, setiap orang, warga negara wajib dilindungi. Nah apakah warga negara yang ingin memberikan kesaksian di MK itu bisa dijamin supaya tidak mendapat intimidasi, ancaman, baik sebelum, selama, dan setelah itu. Mudah-mudahan ada terobosan," kata Bambang.
Namun demikian, ia menyerahkan sepenuhnya keputusan pada Mahkamah Konstitusi.
"Apakah kemudian Mahkamah Konstitusi bisa menggunakan pengalaman itu sesuai derajat potensi resiko yang harus dimitgasi oleh para saksi yang hadir, karena kita kan mau-mau aja terbuka begitu, tapi kan urat syaraf keberaniannya berbeda-beda," kata Bambang.