Pilpres 2019
Soal People Power, Kapolri: Perbuatan untuk Menggulingkan Pemerintah yang Sah Ada Ancaman Pidananya
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan perbuatan untuk menggulingkan pemerintah yang sah maka ada ancaman pidananya.
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri sudah memprediksi bakal ada aksi unjuk rasa saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil suara untuk Pilpres 2019 pada 22 Mei 2019.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan jika ada pihak yang melakukan unjuk rasa dan mengklaim ada kecurangan, meski dilindungi undang-undang tetapi tidak absolut.
"Di Undang-Undang diterjemahkan ke Pasal 6, tidak boleh menganggu HAM, kepentingan publik, dan harus mengindahkan etika, moral, persatuan dan kesatuan bangsa. Kalau melanggar Pasal 6 dapat dibubarkan," tutur Tito Karnavian dalam rapat kerja evaluasi Pemilu bersama Komite I DPD RI di Nusantara V DPR Jakarta, Selasa (7/5/2019).
Baca: Soal Perombakan Kabinet, Moeldoko: Kita Tunggu Saja
Lantas bagaimana jika ada ajakan people power atau mobilisasi umum untuk melakukan penyampaian pendapat?
Menurut Tito, hal itu harus ada mekanismenya.
Berbahaya, jika tidak menggunakan mekanisme terlebih ada bahasa akan menjatuhkan pemerintahan.
Jenderal bintang empat itu mengatakan ada ancaman pidana yang bakal diterapkan.
Baca: Rekapitulasi Pemilu Luar Negeri, Prabowo-Sandi Unggul di 6 PPLN Timur Tengah
"Pasal 107 KUHP jelas. Perbuatan untuk menggulingkan pemerintah yang sah maka ada ancaman pidananya. Unsur penegak hukum dibantu TNI akan melakukan penegakkan," tegas Tito.
Terakhir Tito juga menyinggung kasus yang menjerat Ratna Sarumpaet dimana menyebar berita bohong yang menyebabkan keonaran bisa pula bernasib sama diganjar pidana.
Baca: KPK: Seluruh Dalil Gugatan Praperadilan Romahurmuziy Keliru
"Kalau ternyata memprovokasi dilakukan makar atau menyebarkan berita bohong yang menyebabkan keonaran. Misalnya bilang kecurangan tapi buktinya tidak jelas lalu terjadi keonaran. Yang melakukan itu bisa dijerat," ungkap Tito.
"Ini seperti kasus yang sedang berlangsung mohon maaf tanpa mengurangi asas praduga tidak bersalah, kasus Ratna Sarumpaet. Itu melakukan menyebar berita bohong yang menyebabkan keonaran," lanjut Tito.
Prabowo bukan diktator
Calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno menyebut Prabowo Subianto tidak mungkin memerintahkan pendukungnya melakukan ‘people power’.
Sandiaga mengatakan Prabowo bukan sosok diktator.