Pilpres 2019
Gaya Jenaka Ma'ruf Amin Saat Beri Kuliah Umum yang Digelar RSiS-NTU Singapura
Ma’ruf Amin membuka kuliah umum dengan pengantar yang membuat lebih 150 hadirin terpingkal dan bertepuk tangan.
Karena waktu terbatas, banyak peserta yang mengacungkan tangan untuk merespons, tapi hanya lima orang yang cukup waktu untuk bertanya.
Mulai soal strategi menghadapi radikalisme, perbandingan dengan teori ashabiyah Ibnu Khaldun (kebetulan Kiai Ma’ruf pernah kuliah di Universitas Ibnu Chaldun Jakarta), kesetaraan gender dalam perspektif Islam Wasathiyah, sampai soal strategi Kiai Ma’ruf dalam Pilres untuk menghadapi pemilih milenial, mengingat usia Kiai Ma’ruf sudah tua.
"Ada yang bertanya, Kiai kan sudah tua. Saya jawab, siapa bilang saya muda?” ujarnya yang diikuti tawa hadirin.
"Semua tahu saya tua, Pak Jokowi juga tahu, tapi beliau nyaman,” tambah Ma'ruf Amin.
Ia pun bercerita ketika dirinya masih sekolah di madrasah tingkat dasar dan ada orangtua ditanya, mengapa sudah tua masih menanam pohon?
"Dijawab, dia menanam bukan untuk dirinya, tapi buat generasi sesudahnya. Saya mau maju menjadi cawapres ini juga bukan untuk saya, tapi saya berbuat untuk generasi setrelah saya, termasuk generasi milenial," kata Ma'ruf disambut tepuk tangan hadirin.
Ma'ruf berpesan kepada kalangan muda agar senantiasa bermanfaat dimana pun berada.
"Kalian harus siap menjadi apa saja dan dimana saja yang bermanfaat. Kalau dibuang ke laut, jadilah pulau. Kalau dibuang ke darat, jadilah gunung. Selalu memiliki peran menonjol,”katanya.
Dalam makalah yang diberi judul, “Rekonsolidasi Wasathiyah Islam: Promosi Islam “Jalan Ketiga” dan Arus Baru Ekonomi Berkeadilan,” sebagai modifikasi dari judul permintaan RSiS-NTU yang bertema, “The Emergency od Wasathiyah Islam: Promoting “Middle-Way” Islam and Sosio-Economic Equality in Indonesia”, intinya disampaikan, bahwa Islam Moderat adalah paham yang sudah lama dianut mayoritas muslim Indonesia.
Itu perlu diperteguh kembali karena sedang menghadapi ancaman ekstremitas kiri-kanan yang dapat berimbas pada angancam konsensus nasional dalam bernegara, yakni Pancasila, UUD 1945, dan NKRI.
Peneguhan kembali konsensus nasional itu melalui rekonsolidasi Islam Wasathiyah, juga harus ditopeng Ekonomi Berkeadilan sebagai arus baru ekonomi Indonesia.