
Sang ayah ingin anaknya fokus bekerja, membantu ekonomi keluarga.
"Ayah bahkan menyobek kaus sepak bola dan sarung tangan kiperku. Aku sampai main jadi kiper tanpa sarung tangan," kenang Beiranvand.
Kecewa dengan sang ayah, Beiranvand kabur dari rumah.
Ia minggat ke ibukota Iran, Teheran.
Ia pinjam uang secukupnya dari kerabat, lalu naik bus ke sana.
Di Teheran, Beiranvand bertemu dengan Hossein Feiz, seorang pelatih di tim lokal Teheran.
Feiz menawarkan Beiranvand kesempatan berlatih di timnya.
Tapi dia minta uang 'pendaftaran' yang mahal, sekitar Rp 500 ribu.
Tentu saja, Beiranvand tak bisa menyanggupi permintaan ini.
Mulai kehabisan uang, Beiranvand kemudian tidur di jalanan.
Beiranvand bercerita, ia sebenarnya ditawari tidur di rumah seorang salesman.
Tapi ia menolaknya, kemudian memilih berkemah di depan markas klub sepakbola Hossein Feiz.
"Aku tidur di depan pagar markas klub. Saat aku bangun, di sekitarku sudah banyak uang. Rupanya aku dikira pengemis oleh orang-orang yang lewat. Pada hari itu, aku akhirnya bisa makan enak," seloroh Beiranvand.
Melihat perjuangan Beiranvand, Hossein Feiz akhirnya tak sampai hati.
Feiz mengizinkan Beiranvand berlatih.