Selasa, 7 Oktober 2025

Pendidikan Profesi Guru

5 Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Strategi Pembelajaran

5 contoh studi kasus PPG PAI Kemenag 2025 masalah Strategi Pembelajaran, maksimal 500 kata sebagai referensi persiapan UKMPPG pada 11-12 Oktober 2025.

Penulis: Sri Juliati
Kolase Tribunnews.com/Canva
STUDI KASUS PPG - Grafis tentang contoh studi kasus PPG 2025 tentang Strategi Pembelajaran yang dibuat di aplikasi Canva Premium, Senin (6/10/2025). Inilah contoh studi kasus PPG PAI Kemenag 2025 masalah Strategi Pembelajaran, maksimal 500 kata sebagai referensi persiapan UKMPPG. 

TRIBUNNEWS.COM - Contoh studi kasus Pendidikan Profesi Guru (PPG) masalah Strategi Pembelajaran bisa menjadi referensi bapak/ibu guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag) saat mengikuti Uji Kompetensi Mahasiswa PPG (UKMPPG).

Sesuai jadwal dari Kemenag, UKMPPG yang merupakan tahap akhir dari program PPG yang dirancang untuk menguji dan mengukur kompetensi mahasiswa agar siap menjadi guru profesional, akan dilaksanakan pada 11-12 Oktober 2025.

Saat mengikuti UKMPPG, bapak/ibu guru PAI peserta PPG Kemenag 2025 batch 3 akan diminta membuat studi kasus 500 kata dengan empat pilihan masalah, salah satunya masalah Strategi Pembelajaran.

Menurut channel YouTube Pak Guru Wali, masalah Strategi Pembelajaran muncul ketika guru belum mampu menyesuaikan metode dengan kondisi kelas. 

Misalnya, guru terlalu dominan ceramah, siswa kurang dilibatkan, atau tidak semua siswa aktif dalam diskusi kelompok. 

Hal ini membuat proses belajar kurang interaktif dan hasil belajar tidak maksimal.

Studi kasus PPG PAI Kemenag 2025 masalah Strategi Pembelajaran harus berdasarkan pengalaman bapak/ibu guru selama mengajar di kelas dan menjawab empat pertanyaan utama yaitu: 

  1. Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi? 
  2. Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya? 
  3. Apa hasil dari upaya Anda tersebut? 
  4. Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Inilah contoh studi kasus PPG PAI Kemenag 2025 masalah Strategi Pembelajaran, maksimal 500 kata sebagai referensi persiapan UKMPPG, dikutip dari berbagai sumber dan hasil olah AI:

A. Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Strategi Pembelajaran

1. Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi? 

Saat mengajar materi Toleransi dalam Islam di kelas VIII MTs, saya menggunakan metode diskusi kelompok. Namun, saya mendapati bahwa siswa cenderung pasif. 

Hanya satu atau dua orang yang aktif, sedangkan anggota lain lebih memilih diam dan menyerahkan hasil diskusi kepada teman yang lebih pandai. Hal ini membuat tujuan pembelajaran kolaboratif tidak tercapai.

Baca juga: 5 Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Penilaian Pembelajaran

2. Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?

Untuk mengatasi masalah tersebut, saya mencoba beberapa strategi. Pertama, saya membagi kelompok secara heterogen agar setiap kelompok memiliki anggota dengan kemampuan beragam. 

Kedua, saya memberi peran khusus dalam kelompok, seperti pencatat, penyaji, moderator, dan pencari sumber, sehingga semua anggota merasa memiliki tanggung jawab. Ketiga, saya menambahkan unsur reward berupa poin keaktifan yang akan mempengaruhi nilai sikap kolaboratif mereka. 

Selain itu, saya memberikan panduan pertanyaan yang jelas agar arah diskusi lebih terfokus.

3. Apa hasil dari upaya Anda tersebut? 

Siswa mulai lebih aktif dan bertanggung jawab terhadap perannya masing-masing. Diskusi berlangsung lebih hidup, dan ketika presentasi kelompok, hampir semua anggota berani berbicara. 

Hasil evaluasi formatif menunjukkan peningkatan pemahaman tentang konsep toleransi serta sikap kerja sama yang lebih baik.

4. Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Saya menyadari bahwa strategi pembelajaran tidak cukup hanya memilih metode, tetapi juga harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. 

Dengan memberi peran dan tanggung jawab yang jelas, siswa merasa dihargai dan terdorong untuk aktif. 

Hal ini menjadi pengalaman berharga bagi saya dalam merancang pembelajaran yang lebih partisipatif.

B. Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Strategi Pembelajaran

1. Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi? 

Saya mengajar PAI di kelas 6 SD dengan materi Hukum Halal dan Haram (meliputi definisi, dasar hukum, sebab, dan penerapan). Permasalahan utama yang saya hadapi adalah siswa kesulitan mengaitkan konsep halal dan haram dengan keputusan sehari-hari mereka. 

Meskipun mereka mampu menghafal definisi dan dasar hukumnya, mereka bingung saat dihadapkan pada studi kasus sederhana, seperti memilih jajanan di kantin atau menilai kehalalan suatu game yang sedang tren.

Strategi yang saya gunakan sebelumnya, yaitu ceramah dan meminta siswa mencatat daftar barang halal/haram, ternyata terlalu teoritis dan kurang kontekstual. Akibatnya, pemahaman mereka bersifat mekanis (hafalan), bukan penalaran aplikatif. 

Nilai tes tertulis mereka baik, tetapi saat observasi perilaku di luar kelas, banyak yang masih abai terhadap prinsip kehalalan dalam makanan dan tontonan. Partisipasi mereka dalam diskusi sangat rendah karena materi dianggap tidak relevan.

2. Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya? 

Saya memutuskan untuk merevisi strategi pembelajaran menjadi Strategi Investigasi Kasus Sederhana dengan model Proyek Mini, yang berfokus pada pengalaman langsung dan diskusi yang dipandu.

  • Pendekatan Case Study & Think-Pair-Share: Saya menyajikan beberapa kartu kasus (kartu dilema) sederhana yang relevan dengan kehidupan siswa (misalnya, "Apakah uang hasil menang lomba game yang curang itu halal?" atau "Apakah jajanan dengan pewarna mencolok di pinggir jalan itu halal dimakan?"). Siswa diminta berpikir sendiri (think), berdiskusi dengan pasangan (pair), lalu berbagi jawaban dengan kelas (share).
  • Food Detective Project (Proyek Mini): Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diberi tugas untuk menjadi "Detektif Makanan Halal". Mereka diminta membawa label kemasan makanan/minuman dari rumah (yang sudah dikonsumsi) atau mencari informasi tentang produk tertentu. Mereka kemudian menganalisis label tersebut, mencari logo halal MUI, dan menelusuri bahan-bahan yang diragukan (sesuai kaidah syubhat).
  • Presentasi dan Sosialisasi: Setiap kelompok mempresentasikan hasil investigasi mereka dan membuat poster singkat tentang "Pentingnya Memilih Makanan Halal" untuk dipasang di majalah dinding sekolah. Ini mengubah peran mereka dari sekadar siswa menjadi agen sosialisasi nilai PAI.

3. Apa hasil dari upaya Anda tersebut? 

Perubahan strategi ini memberikan dampak yang luar biasa terhadap keterlibatan dan pemahaman siswa. Kelas menjadi sangat aktif karena kasus yang dibahas relevan dengan pengalaman mereka. 

Proyek Detektif Makanan Halal menumbuhkan sikap kritis dan kehati-hatian (waro') yang merupakan inti dari materi Halal dan Haram. Siswa tidak lagi hanya menghafal, tetapi mampu menerapkan empat pilar hukum halal dan haram untuk menganalisis suatu kasus. 

Peningkatan yang paling terlihat adalah dalam aspek afektif; mereka mulai bertanya tentang kehalalan sesuatu di kantin dan membawa poster mereka ke rumah.

4. Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa materi PAI, terutama yang berkaitan dengan hukum praktis, akan lebih efektif jika diajarkan menggunakan strategi yang berpusat pada siswa dan berbasis masalah kontekstual. 

Untuk siswa SD kelas 6, strategi yang melibatkan investigasi, kerja kelompok, dan hasil visual yang nyata (seperti poster atau label makanan) jauh lebih berkesan daripada sekadar ceramah. Guru harus menjadi fasilitator yang menyediakan jembatan antara teori agama dan realitas kehidupan sehari-hari siswa.

C. Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Strategi Pembelajaran

1. Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi? 

Selama pelaksanaan pembelajaran PAI di kelas IV SD, saya menemukan bahwa guru masih menggunakan strategi pembelajaran konvensional, yaitu ceramah dan tanya jawab. Siswa lebih banyak diminta mendengarkan penjelasan guru, mencatat, lalu menjawab soal. Akibatnya, siswa cepat merasa bosan, hanya menghafal tanpa memahami makna, serta kurang terlibat secara aktif dalam proses belajar.

Hasil observasi menunjukkan, hanya sekitar 45 persen siswa yang benar-benar memperhatikan materi, sedangkan yang lain tampak pasif, berbicara dengan teman, atau bahkan kehilangan fokus. 

Wawancara dengan siswa mengungkapkan bahwa mereka sering merasa pembelajaran PAI "kurang seru" dan "hanya mendengarkan saja". Guru pun mengakui bahwa strategi yang digunakan belum sepenuhnya mendorong keterlibatan aktif siswa.

2. Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya? 

Sebagai solusi, saya menerapkan strategi pembelajaran aktif dan kolaboratif yang berpusat pada siswa. 

Strategi yang digunakan antara lain:

  • Cooperative Learning (Jigsaw): Membagi siswa menjadi kelompok kecil, setiap kelompok mempelajari bagian materi tertentu (misalnya rukun iman), kemudian saling menjelaskan kepada teman kelompoknya.
  • Role Play (Bermain Peran): Siswa memerankan adegan sehari-hari yang menggambarkan penerapan akhlak mulia, misalnya sikap jujur atau tolong-menolong.
  • Problem Based Learning: Memberikan kasus sederhana, misalnya “Apa yang harus dilakukan jika melihat teman tidak salat tepat waktu?” lalu siswa berdiskusi untuk mencari solusi berdasarkan ajaran Islam.
  • Gallery Walk: Siswa membuat poster doa harian atau kisah teladan, kemudian menempel di dinding kelas dan bergiliran melihat serta memberi tanggapan.
  • Refleksi Individu: Di akhir pembelajaran, siswa menuliskan kesan dan pemahaman tentang nilai-nilai PAI yang dipelajari.

Sebelum pelaksanaan, saya memberikan arahan singkat tentang aturan kerja kelompok dan cara berpartisipasi aktif.

3. Apa hasil dari upaya Anda tersebut? 

Keberhasilan strategi pembelajaran ini diukur dengan beberapa cara:

  • Keterlibatan siswa: Setelah strategi aktif diterapkan, 87 persen siswa tampak lebih bersemangat, aktif bertanya, dan berpartisipasi dalam diskusi kelompok.
  • Pemahaman materi: Hasil evaluasi menunjukkan bahwa 82 persen siswa dapat menjawab soal dengan benar, meningkat dari sebelumnya (50 persen).
  • Observasi kelas: Suasana belajar menjadi lebih hidup, siswa lebih fokus, dan saling menghargai pendapat teman.
  • Umpan balik siswa: Dari kuesioner sederhana, 90 persen siswa menyatakan lebih menyukai strategi baru karena "belajarnya tidak membosankan" dan "lebih mudah memahami materi karena ada bermain peran dan diskusi."
  • Refleksi guru: Guru merasa strategi ini membantu menciptakan pembelajaran yang lebih interaktif, mempermudah pemahaman konsep abstrak, serta menumbuhkan sikap sosial siswa.

4. Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Pengalaman ini memberikan pelajaran bahwa strategi pembelajaran yang tepat sangat memengaruhi keberhasilan siswa dalam memahami materi PAI. Strategi ceramah yang terlalu dominan membuat siswa pasif, sementara strategi aktif dan kolaboratif mampu menumbuhkan keterlibatan, rasa ingin tahu, serta sikap tanggung jawab.

Saya menyadari bahwa guru perlu mengombinasikan berbagai strategi sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, dan materi yang diajarkan. Dengan strategi yang tepat, siswa tidak hanya memahami materi secara kognitif, tetapi juga merasakan nilai-nilai PAI dan terdorong untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

D. Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Strategi Pembelajaran

1. Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi? 

Ketika mengajar materi iman kepada malaikat Allah di kelas VII, saya melihat banyak siswa yang kesulitan memahami konsep abstrak mengenai malaikat yang tidak kasatmata. Saat menggunakan strategi ceramah, siswa terlihat bingung, kurang fokus, dan sulit mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari.

2. Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya? 

Saya mengubah strategi pembelajaran menjadi lebih kontekstual. Pertama, saya menggunakan media gambar dan video singkat yang menggambarkan peran malaikat dalam kehidupan manusia. 

Kedua, saya menerapkan strategi problem based learning dengan memberikan studi kasus sederhana, misalnya: “Bagaimana jika manusia tidak percaya pada adanya malaikat pencatat amal?” 

Siswa diminta mendiskusikan dampak sikap tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, saya juga memberikan tugas refleksi pribadi untuk menuliskan pengalaman mereka dalam menjaga perilaku baik karena meyakini adanya malaikat.

3. Apa hasil dari upaya Anda tersebut? 

Siswa menjadi lebih mudah memahami konsep iman kepada malaikat. Mereka lebih antusias mengikuti pembelajaran karena materi tidak lagi terasa abstrak, melainkan dekat dengan kehidupan mereka. 

Diskusi kelompok menjadi lebih aktif, dan tugas refleksi menunjukkan pemahaman sekaligus penguatan nilai iman dalam diri siswa.

4. Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Saya belajar bahwa dalam mengajar PAI, khususnya materi abstrak, penting untuk mengaitkannya dengan realitas kehidupan siswa. Penggunaan media, studi kasus, dan refleksi membuat pembelajaran lebih bermakna. 

Hal ini mengajarkan saya bahwa strategi pembelajaran yang tepat dapat menumbuhkan bukan hanya pengetahuan, tetapi juga sikap dan nilai spiritual pada siswa.

E. Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Strategi Pembelajaran

1. Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi? 

Saya mengajar PAI di Kelas 9 SMP dengan materi "Indahnya Etika Pergaulan dan Komunikasi Islami". Permasalahan utama yang saya hadapi adalah kesenjangan antara pemahaman teori dengan penerapan perilaku sehari-hari, terutama dalam penggunaan media sosial dan komunikasi lisan di sekolah. 

Siswa mampu menghafal dalil tentang ghibah, namimah, dan tabayyun, namun dalam praktiknya, mereka sering terlibat dalam penyebaran gosip, cyberbullying ringan, dan miskomunikasi di grup chat kelas.

Strategi saya yang saat itu didominasi oleh ceramah dan presentasi Powerpoint terasa tidak mampu menyentuh ranah afektif dan psikomotorik siswa yang berada di fase akhir SMP. Mereka menganggap etika hanya sebagai aturan kaku, bukan sebagai solusi praktis untuk menjaga hubungan sosial. 

Akibatnya, pemahaman mereka tentang pentingnya komunikasi yang santun dan tabayyun (klarifikasi) terasa dangkal, dan hasil evaluasi menunjukkan kurangnya kemampuan mereka menganalisis kasus etika modern.

2. Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya? 

Saya memutuskan untuk merevisi strategi pembelajaran menjadi model Pembelajaran Berbasis Proyek Sederhana (Project-Based Learning - PBL) yang kontekstual dengan dunia remaja.

  • Digital Dilemma Analysis (Analisis Kasus Digital): Saya menyajikan screenshot atau skenario tiruan percakapan grup chat (tanpa identitas asli) yang mengandung unsur ghibah, hoax ringan, atau salah paham. Siswa dibagi kelompok dan diminta menganalisis kasus tersebut menggunakan kerangka etika Islami yang sudah dipelajari (misalnya, identifikasi apakah itu ghibah, bagaimana seharusnya menerapkan tabayyun).
  • Proyek Code of Conduct Islami: Setiap kelompok diberi tugas untuk membuat "Kode Etik Pergaulan dan Komunikasi Islami di Sekolah dan Media Sosial" dalam format media yang menarik (misalnya, infografis, vlog singkat, atau mind map digital). Proyek ini menuntut mereka untuk merumuskan ulang konsep etika ke dalam bahasa dan visual yang mudah dipahami teman sebaya.
  • Simulasi Role-Play: Kelompok diminta melakukan simulasi (role-play) untuk menunjukkan "The Right Way" (Cara yang Benar) dalam merespons hoax atau ghibah di media sosial.

3. Apa hasil dari upaya Anda tersebut?

Penerapan strategi PBL ini memberikan dampak transformatif pada kelas. Siswa menjadi sangat antusias karena materi yang dibahas sangat relevan dengan masalah harian mereka. 

Keterlibatan dalam diskusi melonjak tinggi, karena mereka harus menyelesaikan dilema digital yang dekat dengan mereka. Kemampuan berpikir kritis dan analitis meningkat, terbukti dari kualitas Kode Etik yang mereka buat, yang tidak hanya menyertakan dalil tetapi juga contoh praktis. 

Yang paling penting, mulai terlihat adanya kesadaran kolektif di kelas untuk menerapkan tabayyun dan mengurangi ghibah setelah mereka melihat dampak buruknya dalam skenario yang dianalisis.

4. Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa materi Etika Pergaulan Islami di jenjang SMP harus diajarkan dengan strategi yang membumi dan mengintegrasikan teknologi. Ceramah tidak akan mengubah perilaku. 

Guru perlu memanfaatkan Pembelajaran Berbasis Masalah atau Proyek yang mengangkat kasus-kasus aktual dan digital untuk menjembatani antara teori PAI dan praktik kehidupan siswa. Etika harus disajikan bukan sebagai kewajiban, tetapi sebagai keterampilan hidup untuk menyelesaikan konflik sosial secara Islami.

*) Disclaimer: 

(Tribunnews.com/Sri Juliati)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved