Kurikulum Merdeka
Soal dan Kunci Jawaban PAI Kelas 10 Halaman 62
Materi ini terdapat dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas X Kurikulum Merdeka halaman 62 pada Aktivitas 3.3.
TRIBUNNEWS.COM - Dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas X, siswa tidak hanya diarahkan untuk memahami ajaran agama secara teoritis, tetapi juga diajak untuk menggali hikmah dan keteladanan melalui kisah-kisah inspiratif.
Salah satu bentuk pembelajaran tersebut disajikan dalam Bab 3: Menjalin Hidup Penuh Manfaat dengan Menghindari Berfoya-foya, Riya’, Sum’ah, Takabbur, dan Hasad, tepatnya pada Aktivitas 3.3: Kisah Inspirasi - Penghuni Surga.
Dalam aktivitas ini, peserta didik diminta membaca dengan cermat sebuah kisah dari masa Rasulullah Saw., lalu menuliskan nilai-nilai keteladanan yang dapat diambil dari kisah tersebut.
Tujuannya adalah agar siswa dapat merefleksikan pentingnya menjauhkan diri dari sifat tercela dan menguatkan karakter mulia dalam kehidupan sehari-hari.
Materi ini diambil dari buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk kelas X karya Ahmad Taufik dan Nurwastuti Setyowati, yang diterbitkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kemendikbudristek.
Sebagai bahan refleksi sekaligus panduan belajar, berikut disajikan soal dan kunci jawaban PAI Kelas 10 halaman 62 yang dapat digunakan untuk membantu siswa memahami pesan moral dari kisah tentang calon penghuni surga.
Kunci Jawaban PAI Kelas 10 Halaman 62
Aktivitas 3.3
Baca dan cermatilah artikel di bawah ini, kemudian tulislah nilai-nilai keteladanan yang dapat diambil dari artikel tersebut!
Jawaban:
Berdasarkan artikel tentang "Penghuni Surga" tersebut, berikut adalah nilai-nilai keterladanan yang dapat diambil:
Baca juga: Kunci Jawaban PAI Kelas 10 Halaman 61, Aktivitas 3.2: Amati Gambar dan Tulis Pesan Moral
1. Hati yang Bersih dari kedengkian (Hasad)
Ini adalah nilai keteladanan yang paling utama dan menjadi kunci utama mengapa laki-laki tersebut disebut sebagai penghuni surga.
Ia tidak pernah merasa iri atau dengki atas nikmat yang Allah berikan kepada orang lain.
Sikap ini menunjukkan kebersihan hati dan keikhlasan dalam menerima takdir Allah.
Sifat hasad dapat merusak amal kebaikan dan meracuni hati, sehingga menjauhkan seseorang dari kebaikan.
2. Keikhlasan dan kesederhanaan dalam Beribadah
Meskipun ibadah yang dilakukan laki-laki tersebut tergolong "biasa saja" (tidak melakukan puasa sunnah atau tahajud), namun hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya di sisi Allah.
Hal ini mengajarkan bahwa kualitas ibadah lebih penting dari kuantitas.
Ibadah yang dilakukan dengan ikhlas, meskipun sederhana, lebih dicintai Allah daripada ibadah yang banyak namun disipi dengan rasa sombong atau riya'.
3. Tidak Berbuat Curang atau Menyakiti Orang Lain
Laki-laki tersebut memiliki integritas yang tinggi dalam berinteraksi dengan sesama.
Ia tidak pernah berbuat curang kepada siapa pun.
Nilai ini mengajarkan pentingnya menjaga kejujuran, keadilan dan etika dalam beritneraksi sosial.
Seorang muslim yang baik adalah mereka yang menjaga lisan, perbuatan dan hati dari hal-hal yang dapat merugikan orang lain.
4. Menjaga Lisan dan Perkataan yang Baik
Artikel menyebutkan bahwa Abdullah bin Amr bin Ash tidak pernah mendengar laki-laki itu berkata-kata kecuali ucapan yang baik.
Ini menunjukkan pentingnya menjaga lisan dari perkataan kotor, ghibah, atau perkataan yang menyakiti orang lain.
Lisan yang baik adalah cerminan hati yang baik dan merupakan salah satu amal jariyah.
5. Rasa Syukur dan Keimanan yang Kuat
Sikap tidak iri hati pada dasarnya adalah manifestasi dari rasa syukur yang mendalam atas nikmat yang Allah berikan kepada diri sendiri.
Laki-laki tersebut yakin bahwa rezeki dan karunia Allah sudah diatur dengan sebaik-baiknya, sehingga ia tidak perlu merasa cemburu terhadap orang lain.
Ini menunjukkan keimanan yang kokoh terhadap takdir Allah.
Kesimpulannya, cerita ini mengajarkan bahwa amalan hati, seperti membersihkan diri dari kedengkian, riya', dan kesombongan, memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah, bahkan bisa menjadi penentu seseorang masuk surga.
Ibadah lahiriah memang penting, tetapi amalan hati adalah fondasi yang membuatnya bermakna.
Disclaimer:
Jawaban di atas hanya digunakan oleh orang tua untuk memandu proses belajar anak.
Soal ini berupa pertanyaan terbuka yang artinya ada beberapa jawaban tidak terpaku seperti di atas.
(Tribunnews.com/Farra)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.